Rekomendasi INFID Terkait Pelaksanaan Bisnis dan HAM bagi Perempuan dan Perubahan Iklim
Utama

Rekomendasi INFID Terkait Pelaksanaan Bisnis dan HAM bagi Perempuan dan Perubahan Iklim

Kertas kebijakan itu memberi rekomendasi kepada pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan perusahaan terkait Pengintegrasian Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Ekonomi Perempuan dan Ketahanan atas Perubahan Iklim dalam Kebijakan tentang Bisnis dan HAM di Indonesia.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden No.53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM (RANHAM) Periode 2021-2025. Terkait upaya pemenuhan dan perlindungan hak perempuan, lampiran RANHAM tersebut mendorong peningkatan pengetahuan dan kesadaran sektor usaha/bisnis yang komprehensif tentang mekanisme penghormatan HAM, terutama hak perempuan.

Terkait integrasi Bisnis dan HAM dalam RANHAM tersebut, INFID meluncurkan kertas kebijakan berjudul “Pengintegrasian Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Ekonomi Perempuan dan Ketahanan atas Perubahan Iklim dalam Kebijakan tentang Bisnis dan HAM di Indonesia.”

Salah satu penulis kertas kebijakan tersebut, Roichatul Aswidah mengatakan kertas kebijakan ini memuat masukan mengenai bisnis dan HAM dengan menekankan pada aspek-aspek pemberdayaan ekonomi perempuan dan ketahanan terhadap perubahan Iklim.

“Mendorong pemerintah agar dapat mensinergikan dan mengintegrasikan upaya-upaya mitigasi perubahan iklim dan prinsip-prinsip pemberdayaan perempuan dalam mengimplementasikan UNGPs di Indonesia,” kata Roichatul Aswidah dalam peluncuran kertas kebijakan Bisnis dan HAM secara daring, Rabu (28/7/2021). (Baca Juga: Pengaturan Bisnis dan HAM dalam RANHAM Dinilai Masih Jauh dari Harapan)

Perempuan yang akrab disapa Roi ini menilai masuknya isu bisnis dan HAM dalam RANHAM periode 2021-2025 merupakan salah satu kemajuan pelaksanaan UNGPs atau panduan Bisnis dan HAM PBB di Indonesia. Pemerintah juga telah membentuk Gugus Tugas Nasional (GTN) Bisnis dan HAM dan penilaian risiko Bisnis dan HAM melalui laman prismaham.id.

Roi menjelaskan kertas kebijakan itu memberi rekomendasi kepada pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan perusahaan. Rekomendasi untuk pemerintah ini tertuang dalam 10 hal. Pertama, pemerintah perlu mengembangkan kebijakan dan regulasi. Misalnya, meninjau hukum, kebijakan, norma, standar, dan praktik-praktik diskriminatif, dan menerbitkan UU terkait dengan beberapa sektor untuk melindungi perempuan.

Kedua, membangun kerangka hukum, kebijakan, program, yang mensinergikan langkah pemberdayaan perempuan dan mitigasi perubahan iklim dengan pelaksanaan pencapaian SDGS. Ketiga, GTN perlu memastikan langkah untuk melaksanakan stocktaking kondisi bisnis dan HAM yang dinilai prioritas dan stocktaking kebijakan dan inisiatif tentang Bisnis dan HAM di Indonesia.

Keempat, GTN mendorong lembaga nasional yang bersifat independen untuk melakukan inkuiri nasional terkait kondisi buruh perempuan pada beberapa sektor penting berkaitan dengan peningkatan pemahaman dan kesadaran tentang Bisnis dan HAM, khususnya isu perempuan dan lingkungan. Kelima, melaksanakan pelatihan bagi para pengambil kebijakan dan pengawas ketenagakerjaan untuk meningkatkan kepekaan gender dan lingkungan.

Keenam, memastikan adanya perumusan peta jalan pengarusutamaan gender di setiap pilar bisnis dan HAM, dan pengukuran praktik terbaik program pemberdayaan gender oleh koperasi. Ketujuh, menjadikan isu perubahan iklim dan gender sebagai salah satu fokus pada strategi nasional bisnis dan HAM. Delapan, terkait aplikasi Prisma, GTN melakukan tinjauan secara periodik. Sembilan, KLHK mensinergikan roadmap pengarusutamaan gender KLHK 2020-2024 dengan lembaga terkait termasuk Komnas Perempuan. Sepuluh, GTN merumuskan langkah dan cara untuk menjangkau koordinasi dengan cakupan lebih luas.

Untuk organisasi masyarakat sipil, sedikitnya ada 4 rekomendasi. Pertama, membentuk jaringan serta melakukan kajian dan pendataan secara periodik tentang dampak bisnis terhadap HAM dengan data yang terpilah berdasarkan gender terkait dampak operasi bisnis dan perubahan iklim pada perempuan. Kedua, melakukan pemantauan dan memberi penilaian, atas tindakan negara dan sektor bisnis yang aktual dan potensial berdampak buruk terhadap HAM, terutama perempuan dan perubahan iklim.

Ketiga, memberi masukan kepada pemerintah untuk mereformasi/membuat hukum/kebijakan dan entitas bisnis agar melakukan inisiatif bagi pelaksanaan bisnis dan HAM di Indonesia terutama memastikan perlindungan hak perempuan dan lingkungan. Keempat, melakukan evaluasi untuk menilai efektivitas mekanisme pemulihan, termasuk meningkatkan kapasitas dan kesadaran dari personel mekanisme pemulihan.

Rekomendasi untuk perusahaan setidaknya ada 6 hal. Pertama, asosiasi perlu mendorong pengembangan komitmen dan menetapkan kebijakan HAM dalam perusahaan dengan memastikan perspektif gender dan lingkungan. Misalnya berbasis bahan pelajaran/replikasi dari praktik-praktik terbaik yang sudah dilaksanakan perusahaan. Kedua, menjalankan mekanisme due diligence (uji tuntas) dengan melakukan penilaian risiko operasional bisnis terhadap penikmatan HAM perempuan dan dampak lingkungan.

Ketiga, membangun mekanisme pemulihan di internal perusahaan yang dapat diakses oleh kelompok terdampak, terutama perempuan. Keempat, membangun kemitraan dengan pemangku kepentingan lain dan memfasilitasi transfer pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan bantuan keuangan, serta akses bagi perempuan.

Kelima, mengkomunikasikan upaya yang dilakukan perusahaan dalam mengatasi pelanggaran HAM yang terjadi dalam aktivitas perusahaan mereka kepada pemangku kepentingan lain. Keenam, BUMN menjadi living examples baik bagi pengembangan komitmen kebijakan HAM, uji tuntas, maupun pengembangan mekanisme pemulihan.

Direktur Kerja Sama HAM Kementerian Hukum dan HAM, Hajerati, menjelaskan RANHAM 2021-2025 memuat 4 isu utama yakni perempuan, anak, penyandang disabilitas dan masyarakat hukum adat (MHA). “Karena 4 isu itu yang perlu mendapat perhatian pemerintah,” ujarnya.

Terkait rekomendasi yang disampaikan, Hajerati mengatakan dalam RANHAM 2021-2025 kalangan dunia usaha sudah didorong untuk menyusun kebijakan terutama hak ketenagakerjaan kaum perempuan. Melalui aksi HAM sebagaimana tercantum dalam RANHAM tersebut diharapkan ada peningkatan pengetahuan dan kesadaran dari pelaku usaha untuk melindungi hak ketenagakerjaan perempuan.

Tags:

Berita Terkait