Relevankah FH dan Profesi Hukum di Indonesia dalam Pusaran Revolusi Industri 4.0?
Kolom

Relevankah FH dan Profesi Hukum di Indonesia dalam Pusaran Revolusi Industri 4.0?

Kekhawatiran terhadap hilangnya relevansi dari pendidikan tinggi hukum dan profesi hukum sebenarnya akan selalu terjawab dengan kemauan mahasiswa untuk terus mau belajar, berpikir, dan beradaptasi, terutama yang terkait teknologi informasi.

Bacaan 8 Menit

Tentunya, menjadi pertanyaan apakah blockchain ini akan dijadikan sebagai sebuah alat atau sebagai belenggu bagi kemajuan rakyat Indonesia? Bukankah teknologi itu ada untuk manusia, bukan manusia untuk teknologi? Harus diakui tidaklah mudah menjadi pemerintah yang mengatur 278 juta jiwa rakyat Indonesia yang penguasaannya terhadap teknologi saja berbeda-beda. Jika pemerintah terlalu maju dan progresif, akan banyak sekali korban pembangunan yang ‘diseret’ dan ‘dipaksa’ mengalami turbulensi akibat perubahan teknologi. Di sisi lain, politik hukum yang tidak tepat terhadap blockchain juga merupakan potensi kehilangan pendapatan raksasa, toh, bagaimanapun blockchain akan membantu efisiensi dan efektivitas di berbagai bidang.

Kalaupun suatu hari artificial intelligence atau kecerdasan buatan diterapkan dalam dunia hukum, kreativitas dan empati sampai saat ini belum tergantikan. Descartes pernah berkata, tidaklah cukup menjadi pintar, yang lebih penting adalah bagaimana menggunakannya dengan baik. Pengunaan absolut kecerdasan buatan dalam bidang hukum berpotensi merusak manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Masih berasal dari filsuf yang sama, menurutnya pikiran terbesar mampu melakukan kejahatan terbesar serta kebajikan terbesar. Dalam keadaan demikian, otoritas negara atau otoritas apapun yang ada di masa depan, akan menjadi sangat relevan dalam implementasi dari kecerdasan buatan dalam bidang hukum di masa depan. Argumen yang tentunya memperkuat betapa pentingnya memilih pemangku jabatan yang tepat untuk mengarahkan arah negara di masa depan.

Pada dasarnya, narasi yang diterima secara luaslah yang akan mengarahkan masa depan umat manusia. Narasi agama sebagai satu-satunya kebenaran yang berlaku di masa lalu telah digantikan oleh narasi humanisme berlaku di negara-negara yang menciptakan dan menyerap teknologi dengan cepatnya. Belum meratanya pembangunan di masing-masing daerah di Indonesia, dengan gradasi absorpsi yang berbeda terhadap teknologi membuat dalam waktu dekat sangat sulit membayangkan Indonesia dalam era techno-humanisme baik transhumanisme maupun dataisme sebagaimana dipaparkan oleh Harari dalam bukunya Homo Deus, mengingat politik identitas di Indonesia masih sangat kental dan didasarkan pada eksklusivitas, yang mana secara kasat mata berlawanan arah dengan techno-humanism. Yang jelas, pemilihan pemimpin yang salah, akan menyebabkan arah yang salah pula dalam perkembangan Indonesia ke depannya, mengingat kebijakan hari ini akan dirasakan efeknya puluhan tahun kemudian.

Sebenarnya, kekhawatiran terhadap hilangnya relevansi dari pendidikan tinggi hukum dan profesi hukum sebenarnya akan selalu terjawab dengan kemauan mahasiswa fakultas hukum untuk terus mau belajar, berpikir, dan beradaptasi yang selalu berkaitan dengan minat dan komitmen dalam bidang hukum, terutama yang terkait teknologi informasi. Blockchain dan smart contract mungkin menjadi solusi bagi masalah hukum bisnis, tapi solusi yang diberikan bersifat parsial. Masalahnya, dengan berbagai kemudahan teknologi saat ini, mahasiswa menjadi tidak terlatih untuk menjadi kreatif dan hanya menjadi pengguna. Kemampuan beradaptasilah yang membedakan mengapa semut ada di segala zaman, komodo masih bertahan, namun dinosaurus punah. Sesungguhnya manusia adalah makhluk yang berpikir, masih oleh Descartes, aku berpikir maka aku ada (cogito ergo sum). Karena itu, marilah kita tetap berpikir.

*)Tresnawati, S.H., L.LM., adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha.

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline. Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha dalam program Hukumonline University Solution.

Tags:

Berita Terkait