Rencana Kenaikan Tarif Candi Borobudur Tak Boleh Langgar UU Cagar Budaya
Terbaru

Rencana Kenaikan Tarif Candi Borobudur Tak Boleh Langgar UU Cagar Budaya

Bila tujuannya melindungi cagar budaya, maka perlu membuat pengaturan zonasi sebagaimana diatur dalam UU Cagar Budaya. Kajian menjadi penting sebelum menentukan tarif.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Rencana Kenaikan Tarif Candi Borobudur Tak Boleh Langgar UU Cagar Budaya
Hukumonline

Polemik rencana kenaikan tarif masuk Candi Borobudur Magelang Jawa Tengah terus menjadi sorotan publik. Sejumlah pihak meminta kenaikan harga tiket seharusnya melalui kajian mendalam. Bila kebijakan ini tanpa kajian mendalam berpotensi menabrak peraturan perundang-undangan yang bisa berujung cacat hukum. Demikian sampaikan Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra kepada Hukumonline melalui keterangannya, Rabu (8/6/2022).

Mengacu Pasal 72 ayat (1) dan 73 UU No.11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya mengatur perlindungan cagar budaya dengan pengaturan zonasi melalui kajian terlebih dahulu. “Ini perlu transparan soal konsep dan tujuannya. Kemudian ada tidaknya rencana revitalisasi ataupun perubahannnya. Ini perlu diiformasikan ke publik,” kata Azmi Syahputra.  

Baca Juga:

Pasal 72 ayat (1) menyebutkan, “Pelindungan Cagar Budaya dilakukan dengan menetapkan batas-batas keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem Zonasi berdasarkan hasil kajian”. Pasal 73 ayat (1) menyebutkan, “Sistem Zonasi mengatur fungsi ruang pada Cagar Budaya, baik vertikal maupun horizontal”. Sementara ayat (2) menyebutkan, “Pengaturan Zonasi secara vertikal dapat dilakukan terhadap lingkungan alam di atas Cagar Budaya di darat dan/atau di air”.

Kemudian ayat (3) menyebutkan, “Sistem Zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas: a. zona inti; b. zona penyangga; c. zona pengembangan; dan/atau d. zona penunjang”. Selanjutnya ayat (4) menyebutkan, Penetapan luas, tata letak, dan fungsi zona ditentukan berdasarkan hasil kajian dengan mengutamakan peluang peningkatan kesejahteraan rakyat”.

Menurut Azmi, zonasi menjadi syarat yang bersifat imperatif sebagaimana diatur dalam Pasal 74 ayat (4) UU 11/2010. Penerapannya dapat dilaksanakan setelah melalui hasil kajian serta demi peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat. “Jika ini belum dilakukan, maka kebijakannya cacat hukum dan bertentangan dengan undang undang cagar budaya termasuk undang undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan,” ujarnya.

Kendatipun Pasal 72 ayat (2) huruf a UU 11/2010 memberikan kewenangan menteri menetapkan cagar budaya melalui badan usaha pariwisata, tapi idealnya tetaplah melewati tahapan kajian secara hukum. Menurutnya, secara yuridis dan sosiologis menjadi hak masyarakat mendapatkan keterbukaaan informasi terhadap kebijakan pemerintah demi melindungi wisata cagar budaya wisata yang terbatas.

Tags:

Berita Terkait