Rendahnya literasi keuangan masih jadi persoalan saat ini. Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68 persen.
Sementara, indeks inklusi keuangan tahun ini mencapai 85,10 persen meningkat dibanding periode SNLIK sebelumnya di tahun 2019 yaitu 76,19 persen. Hal tersebut menunjukkan gap antara tingkat literasi dan tingkat inklusi sebesar 35,42 persen di tahun 2022.
Literasi keuangan yang baik merupakan kunci kepercayaan kepada industri jasa keuangan. Kepercayaan ini akan timbul apabila informasi dan pemahaman mengenai jasa keuangan tersampaikan dan dipahami dengan baik oleh konsumen.
“Rendahnya literasi keuangan menyebabkan masyarakat berisiko membuat keputusan keuangan yang salah dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Dalam jangka panjang, dikhawatirkan akan muncul keengganan untuk mengonsumsi produk keuangan,” jelas Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Dr. Kartina Sury, Rabu (23/11).
Baca Juga:
- Memahami Konsep Business Judgment Rule dalam Risiko Pidana Direksi BUMN
- 3 Modus Korupsi Paling Dominan pada Semester I Tahun 2022
Lebih jauh lagi, Kartina menegaskan bahwa kesenjangan antara literasi dan inklusi keuangan perlu diatasi secara bersama-sama. “Adanya kesenjangan antara inklusi dan literasi keuangan menunjukkan bahwa sejumlah konsumen masih belum memiliki pengetahuan yang memadai terkait produk atau layanan yang mereka gunakan,” ungkapnya.
Kesenjangan ini juga membuat mereka rentan terhadap keputusan keuangan yang berisiko, menanggung terlalu banyak hutang, atau bahkan menjadi korban produk investasi bodong. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap jasa keuangan dapat menghambat pertumbuhan sektor keuangan.