Resmi Jadi UU, 2 Fraksi Ini ‘Dissenting’ Soal Dewan Pengawas KPK
Utama

Resmi Jadi UU, 2 Fraksi Ini ‘Dissenting’ Soal Dewan Pengawas KPK

ICW menilai DPR terlihat serampangan, tergesa-gesa, dan kental nuansa dugaan konflik kepentingan dalam mengesahkan RUU KPK ini.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Politisi Partai Gerindra itu melanjutkan terdapat beberapa poin materi muatan dalam RUU KPK. Pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang berada pada rumpun kekuasaan eksekutif. Namun, dalam menjalankan tugas dan kewenangannya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

 

Kedua, pembentukan Dewan Pengawas untuk mengawasi pelaksanaan tugas kewenangan KPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketiga, pelaksanaan penyadapan. Keempat, mekanisme penghentian penyidikan dan atau penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK. Kelima, mekanisme penggeledahan dan penyitaan. Keenam, sistem kepegawaian KPK.

 

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly dalam pandangannya mewakili Presiden Jokowi, menegaskan tindak pidana korupsi semakin sistematis dan tidak terkendali. Dalam upaya pencegahan korupsi, pemerintah berpandangan perlu dilakukan pembaruan hukum agar pencegahan dan pemberantasan lebih efektif dan dapat mencegah kerugian negara yang lebih besar tanpa mengabaikan hak asasi manusia (HAM).  

 

Porsi fungsi pencegahan yang selama ini minim bakal lebih diperkuat, sementara porsi penindakan tetap berjalan. “Penataan kelembagaan KPK ini dilakukan sejak adanya putusan MK No.36/PUU-XV/2017,” ujar Yasonna.  

 

Dia juga menyampaikan poin-poin pokok Revisi UU KPK yang telah disahkan DPR. Pertama, kelembagaan KPK diatur Pasal 1 RUU KPK yang menyatakan KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tipikor dan pelaksanannya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

 

Kedua, menyangkut penghentian penyidikan dan penuntutan. Dalam Pasal 40 dijelaskan KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan (SP3) terhadap perkara tipikor yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka paling lama dua tahun.

 

Penghentian penyidikan dan penuntutan harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat satu minggu sejak dikeluarkannya surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan, serta penghentian itu harus diumumkan KPK kepada publik. Penghentian bisa dicabut apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan. “Menurut pemerintah, hal ini untuk memberikan kepastian hukum,” kata Yasonna.

Tags:

Berita Terkait