Respons Asosiasi Fintech Soal Kebijakan Baru Penerapan Anti-Money Laundering
Berita

Respons Asosiasi Fintech Soal Kebijakan Baru Penerapan Anti-Money Laundering

Diharapkan akan mempersempit ruang penyalahgunaan fintech pendanaan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Tata cara pencegahan kejahatan pencucian uang, pendanaan terorisme serta pendanaan senjata pemusnah massal bagi industri fintech telah diatur Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketentuan tersebut tertuang dalam SE Nomor 6/SEOJK.05/2021 tentang Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme bagi Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

SE OJK tersebut merupakan amanat Pasal 68 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Sektor Jasa Keuangan yang telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.01/2019. Penerapan pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme tersebut paling sedikit meliputi pengawasan aktif direksi dan dewan komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian intern, sistem informasi manajemen dan sumber daya manusia serta pelatihan.

Menanggapi SE OJK tersebut, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyambut positif ketentuan tersebut. Ketua Bidang Humas AFPI, Andi Taufan Garuda Putera, menyatakan pihaknya sebagai mitra OJK selalu berkoordinasi dan mendukung setiap regulasi yang bisa memperkuat fintech P2P (peer to peer) lending termasuk pencegahan pencucian uang, pendanaan terorisme dan senjata pemusnah massal.

“Regulasi ini tentu diharapkan akan mempersempit ruang penyalahgunaan fintech pendanaan oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” jelas Andi, Selasa (9/2).

Dia menjelaskan prosedur yang diatur dalam kebijakan baru berdampak positif untuk industri karena baik lender maupun borrower akan semakin teridentifikasi dan terverifikasi. Hal tersebut akan mengurangi risiko-risiko dalam penyaluran kredit hingga dapat meningkatkan kepercayaan publik serta kontribusi fintech pendanaan dalam pertumbuhan ekonomi. (Baca: Mengenal Penerapan Anti Money Laundering FintechTerbaru)

Saat ini, AFPI sendiri memiliki Fintech Data Center (FDC) yang saat ini sudah 142-148 penyelenggara telah terintegrasi. Mereka aktif melaporkan data setiap hari ke fdc secara online dengan pengecekan data calon peminjam (borrower) dengan rata-rata 150.000-200.000 per hari. Para penyelenggara Fintech Pendanaan terdaftar dan berizin wajib menyerahkan data nasabah antara lain Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan kolektabilitas kredit dari peminjam (borrower) kepada AFPI dan OJK untuk dimasukkan ke dalam sistem FDC.

“Mereka dapat akses data nasabah secara umum, frekuensi pinjaman nasabah hingga karakteristik perilaku nasabah peminjam seperti lancar, tidak lancar atau macet setiap ada pengajuan pinjaman dari nasabah. Sementara itu, nama penyelenggara (fintech) akan dirahasiakan demi kepentingan bersama,” jelas Andi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait