Respons OJK Soal Putusan Sela PKPU Asuransi Kresna Life
Berita

Respons OJK Soal Putusan Sela PKPU Asuransi Kresna Life

OJK menyatakan tidak pernah menyetujui permohonan dari pihak manapun untuk mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Utang (PKPU) terhadap PT Asuransi Jiwa Kresna (AJK).

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengeluarkan putusan sela atas perkara No. 389/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst mengenai permohonan PKPU dari nasabah Lukman Wibowo terhadap PT Asuransi Jiwa Kresna pada 10 Desember 2020. Putusan tersebut menunda untuk sementara selama 45 hari sejak putusan tersebut ditetapkan pada 10 Desember 2020 dengan nomor putusan 389/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst.

Menanggapi hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan menghormati proses hukum dan keputusan pengadilan mengenai putusan sela PKPU tersebut. Namun, OJK menyatakan tidak pernah menyetujui permohonan dari pihak manapun untuk mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Utang (PKPU) terhadap PT Asuransi Jiwa Kresna (AJK).

“OJK juga tidak pernah mengajukan permohonan PKPU atas PT Asuransi Jiwa Kresna kepada Pengadilan. Putusan sela atas Permohonan Penundaan Kewajiban Utang (PKPU) tersebut diajukan oleh pemohon atas nama Lukman Wibowo yang diwakili oleh Penasehat Hukum Benny Wullur S.H & Associates terhadap PT Asuransi Jiwa Kresna (AJK). Sesuai pasal 50 UU Perasuransian No 40/2014 dan penjelasannya menyebutkan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan Undang-Undang ini hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan,” jelas Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik Anto Prabowo, dalam keterangannya, Rabu (23/12). (Baca: PKPU Kresna Life Dikabulkan, Nasabah Meradang)

Dalam catatan OJK terdapat terdapat dua permohonan PKPU terhadap PT AJK yang disampaikan kepada OJK dan keduanya telah ditolak oleh OJK. Permohonan tersebut adalah: a. Permohonan dari JG Law Firm mewakili pemohon atas nama Lie Herton dan Rudy Kartadinata melalui surat tanggal 6 Agustus 2020 hal Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PT Asuransi Jiwa Kresna.

b. Permohonan dari Kantor Hukum Benny Wullur SH & Associates mewakili 15 (lima belas) pemegang polis PT Asuransi Jiwa Kresna melalui surat tanggal 11 Agustus 2020 hal Permohonan Izin PKPU PT Asuransi Jiwa Kresna. (Baca: Yuk, Simak Perbedaan antara PKPU dan Pailit)

Mengenai persoalan ini, OJK telah mengundang direksi PT AJK untuk meminta penjelasan terkait tindak lanjut upaya hukum PKPU yang akan dilakukan oleh PT AJK. Dalam kesempatan tersebut, perseroan menyatakan sikap yang pada intinya berkeberatan dengan putusan dimaksud karena manajemen Kresna telah melakukan perundingan penyelesaian kewajiban kepada pemegang polis.

Sampai 18 Desember 2020, PT AJK telah menerima persetujuan Perjanjian Kesepakatan Bersama atas 8.054 polis (77,61% dari jumlah polis) atas kewajiban senilai Rp3,85 triliun (55,76% dari total kewajiban). PT AJK juga telah mulai melakukan pembayaran kewajiban kepada pemegang polis senilai Rp283,60 miliar untuk 5.672 polis.

Menindaklanjuti pertemuan dengan manajemen Kresna, OJK menyampaikan surat yang meminta PT AJK untuk melakukan upaya-upaya hukum terhadap Putusan Pengadilan dimaksud termasuk upaya hukum luar biasa, sesuai ketentuan perundang-undangan. Mempertimbangkan kepentingan pemegang polis PT AJK yang lebih luas serta dampak PKPU terhadap reputasi industri perasuransian, terkait dengan Putusan sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas, OJK sesuai dengan kewenangannnya akan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka penyehatan keuangan PT AJK, OJK juga telah minta pemegang saham untuk mendetailkan rencana penyetoran modal dalam rangka menyelesaikan kewajiban PT Asuransi Jiwa Kresna. OJK terus mengawasi dan mengawal proses penyehatan keuangan PT AJK dan penyelesaian klaim pemegang polis PT AJK untuk terus memberikan perlindungan terhadap pemegang polis.

Saat ini, OJK juga tengah mengenakan sanksi administratif kepada PT AJK yaitu sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha untuk seluruh kegiatan usaha melalui surat nomor S499/NB.21/2020 tanggal 7 Desember 2020 hal Pembatasan Kegiatan Usaha. Sanksi tersebut dikenakan dengan jangka waktu 3 bulan.

Nasabah Meradang

Dalam pemberitaan hukum online sebelumnya, putusan PKPU tersebut memantik reaksi dari nasabah Asuransi Jiwa Krisna. Salah seorang nasabah Kresna Life, Nurlaila, menilai hal tersebut janggal dan sangat meresahkan nasabah. Soalnya, Pasal 50 UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian menyatakan, Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan Undang-Undang ini hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Nurlaila meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil tindakan terkait masalah PKPU perusahaan asuransi jiwa tersebut yang dinilai merugikan nasabah. “Nasabah meminta OJK agar segera mengambil tindakan yang diperlukan karena PKPU tersebut dianggap bertentangan dengan UU yang berlaku dan akan sangat merugikan nasabah," ujar Nurlaila dalam keterangannya seperti dilansir Antara, Kamis (17/12).

Nurlaila menuturkan dalam pertemuan dengan manajemen Kresna pada 15 Desember 2020, perwakilan nasabah dikabarkan bahwa karena adanya PKPU tersebut maka Kresna tidak dapat melakukan pembayaran walaupun terhadap nasabah-nasabah yang sudah menandatangani Perjanjian Kesepakatan Bersama (PKB).

Menurut dia, para nasabah benar-benar merasa sangat dirugikan dan mendesak OJK agar segera mengambil tindakan sesuai tupoksi OJK dalam perlindungan konsumen. "Nasabah juga berpendapat bahwa upaya PKPU tersebut sangatlah aneh dan sepertinya ada rekayasa dari pihak tertentu agar Kresna dapat menunda kewajiban pembayaran kepada nasabah. Karena logikanya adalah nasabah 'tidak mau' ditunda pembayarannya dan sudah berjuang keras sejak Mei 2020 lalu untuk mendapatkan kembali hak nasabah. Jadi mengapa ada nasabah yang malah meminta pembayaran ditunda?" kata Nurlaila.

Tags:

Berita Terkait