Respons Pembentuk UU atas Kritik Masyarakat terhadap KUHP Baru
Utama

Respons Pembentuk UU atas Kritik Masyarakat terhadap KUHP Baru

Dari aspek proses pembentukan KUHP dan substansi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, dan narasumber lain dalam diskusi soal KUHP baru, Selasa (14/12/2022). Foto: RFQ
Wamenkumham Prof Edward Omar Sharif Hiariej, Anggota Komisi III DPR Arsul Sani, dan narasumber lain dalam diskusi soal KUHP baru, Selasa (14/12/2022). Foto: RFQ

Beragam kritikan masyarakat terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)  baru tak membuat pemerintah bergeming. Pemerintah terus bergerak memberi penjelasan sebagai bagian sosialisasi KUHP kepada masyarakat baik dari proses pembentukan maupun materi muatan atau substansi KUHP baru.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan kritik masyarakat terhadap KUHP sebagai produk legislasi menjadi hal lumrah di negara demokrasi. Semua kritikan masyarakat perlu direspon. Pertama, kritikan dari aspek proses pembentukan KUHP dinilai terburu-buru dan tidak melibatkan partisipasi publik secara bermakna.

“Tanggapan saya, itu hoax,” ujar Wamenkumham dalam sebuah diskusi bertajuk Merespon Kritik Pengesahan KUHP” di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (14/12/2022).

Dia menerangkan proses penyusunan hingga persetujuan RKUHP menjadi KUHP Nasional berlangsung selama 59 tahun. Pertama kali seminar yang mendorong penyusunan RKUHP sudah digaungkan pada 1963 di Yogyakarta oleh sejumlah pakar hukum pidana kala itu. Kemudian, draf RKUHP masuk ke DPR di era pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono dan mulai dibahas ulang pada 2015. Ia mengklaim pembahasan setiap rumusan pasal dilakukan penuh kecermatan dan kehati-hatian.

Baca Juga:

Kemudian soal partisipasi publik, di masa pembahasan 4 bulan terakhir, angota dewan di Komisi III kerap mengingatkan agar draf yang disampaikan ke DPR berdasarkan masukan dari publik. Draf RKUHP mulai dimasukkan ke DPR pada 6 Juli 2022, terdapat 7 perubahan dari draf terakhir pembahasan pada 2019 yakni 14 isu krusial, sistematisasi, pasal mengenai penadahan dan kejahatan percetakan, harmonisasi dan singkronisasi dengan sejumlah UU, standardisasi pemidanaan, memperbaiki typo. Tapi masyarakat tetap bereaksi atas draf RKUHP per 6 Juli. 

Lalu, Presiden Joko Widodo merespon dengan meminta tim perumus RKUHP menggelar dialog publik. Pada Agustus – November 2022, tim perumus aktif melakukan sosialisasi dan dialog publik ke sejumlah kota besar di Indonesia. Dialog publik digelar bersama dengan elemen masyarakat, organisasi profesi, ormas, mahasiswa, hingga tokoh masyarakat dan agama. “Kami sosialisasi ke berbagai kota di 34 provinsi yang ada di Indonesia,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait