Revisi UU IKN, Ada Persoalan Serius dalam Tata Kelola Legislasi
Utama

Revisi UU IKN, Ada Persoalan Serius dalam Tata Kelola Legislasi

Mulai tahap perencanaan hingga pembahasan. Membuktikan dugaan publik bahwa UU IKN bermasalah secara hukum, faktual, maupun akademik.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Strategi pemerintah dalam mewujudkan rencana besar memindahkan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur seolah sedikit bergeser. Payung hukum pemindahan IKN dengan UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara yang baru diberlakukan dalam rentang waktu 9 bulan belakang terakhir malah bakal direvisi. Hal ini terlihat dari upaya pemerintah memasukkan dua Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam Prolegnas Prioritas 2023 yang salah satunya RUU IKN. Hal ini menunjukkan buruknya tata kelola legislasi pemerintah dan DPR.

Peneliti Senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Muhammad Nur Sholikin menilai penambahan RUU ke dalam prioritas tahunan menunjukkan inkonsistensi DPR dan pemerintah dalam menyusun perencanaan legislasi atau prolegnas dalam jangka menengah maupun tahunan. Penambahan dua RUU hanya sekitar satu bulan setelah prioritas 2023 ditetapkan yakni Revisi UU 3/2022 dan RUU tentang Pengadaan Barang dan Jasa Publik.

“Penambahan ini menegaskan kembali buruknya perencanaan legislasi yang selama ini sudah menyimpan banyak persoalan,” ujarnya kepada Hukumonline, Jum’at (25/11/2022).

Baca Juga:

Ironisnya, usulan dan masuknya Revisi UU IKN yang resmi diundangkan per 15 Februrari 2022 lalu atau 9 bulan dari tanggal berlakunya UU menunjukan adanya persoalan serius dalam penyusunan UU IKN. Ia ingat betul pembahasan RUU IKN kala itu bersama DPR dilakukan secara maraton dalam kurun waktu 42 hari. Nah, saat ini kembali diusulkan Revisi UU IKN dengan cara memasukkan dalam Prolegnas jangka menengah dan prioritas tahunan di tengah jalan. Hal ini menunjukkan pola tambal sulam secara serampangan dalam proses penyusunan substansi sebuah UU.

Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera itu berpendapat materi perubahan UU 3/2022 yang disodorkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly ke Badan Legislasi (Baleg) terkait penguatan otoritas IKN yang sejak awal konsepnya bermasalah. Ia melihat adanya kesan ‘pemaksaan’ dalam memberikan kewenangan penuh bagi otorita agar leluasa dalam pengelolaan aset, pendanaan, dan lainnya.

“Hal tersebut memberi bukti bahwa tata kelola legislasi dari sisi perencanaan, penyiapan, maupun pembahasan substansi saat ini memiliki permasalahan serius yang tidak mendukung terciptanya tertib hukum dan perundang-undangan,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait