Revisi UU IKN Menunjukkan Ketidakmatangan Perencanaan dan Pengelolaan APBN
Utama

Revisi UU IKN Menunjukkan Ketidakmatangan Perencanaan dan Pengelolaan APBN

Upaya pemerintah merevisi UU 3/2020 menjadi cara menutupi kesalahan dalam aspek perencanaan dan pembiayaan pemindahan dan pembangunan IKN yang dinilai serampangan, sehingga berpotensi bakal membebani APBN.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah resmi menyodorkan UU No.3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) agar dilakukan revisi dengan memasukkan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Priroitas 2023. Kecurigaan banyak kalangan terhadap upaya merevisi UU 3/2022 dilatarbelakangi proses penyusunan yang terburu-buru dan tidak matang dalam membuat rancangan besar terhadap IKN termasuk menunjukkan ketidakmatangan pemerintah dalam mengelola Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Anggota Komisi V DPR Suryadi Jaya Purnama berpandangan revisi UU 3/2022 menunjukan pemerintah sejak awal pembentukan aturan sebagai payung hukum pemindahan ibu kota negara tak matang dalam perencanaan. Selain menuai kontra, kekeuhnya keinginan Presiden Joko Widodo memindahkan ibu kota negara tidak diimbangi dengan kemampuan APBN dan ekonomi yang relatif belum stabil.

Menurutnya, tujuan pemerintah merevisi UU 3/2022 agar dapat menggunakan APBN dalam mendanai pemindahan dan pembangunan IKN. Masalahnya, rencana induk IKN tak pernah dibahas secara detil panitia khusus (Pansus) RUU IKN kala itu. Tapi, malah UU 3/2022 diundangkan menjadi lampiran yang tak terpisahkan dari UU tersebut.

“Apa yang dijanjikan oleh Presiden Joko Widodo bahwa penggunaan APBN hanya 20 persen dari biaya pembangunan IKN sebesar Rp 466 triliun tak ada satupun tercantum di dalamnya,” ujarnya melalui keterangan tertulis akhir pekan lalu.

Dia menilai tak jelasnya aturan tentang batasan APBN dalam mendanai IKN, revisi UU 3/2022 berpotensi membuat pengelolaan APBN untuk keperluan pembangunan ibu kota negara baru bakal kian ugal-ugalan demi memuluskan rencana tersebut. Bahkan mungkin, kian besarnya porsi APBN   perlu dijaga agar tak sampai batas defisit anggaran melebihi tiga persen pada APBN periode anggaran 2023.

Apalagi dengan adanya tantangan resesi ekonomi global yang terjadi dan kenaikan inflasi di sejumlah negara pada 2023 mendatang, maka perlu menjaga APBN hanya bagi belanja prioritas yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat luas. Menurutnya, janji pemerintah tak akan menggunakan APBN dalam jumlah besar dengan cara mengundang investor asing bagi pembanguunan IKN hanyalah pepesan kosong belakang.

Sebab, media asing seperti Bloomberg dan Strait Times awal Desember lalu menurunkan laporan berjudul ‘Ambitious Plans to Build Indonesia a Brand New Capital City Are Falling Apart’. Menurutnya, laporan tersebut menggambarkan lebih dari 3 tahun pasca rencana pemindahan dan pembangunan IKN diluncurkan, tak ada satu pun pihak asing yang menandatangani kontrak mengikat untuk mendanai proyek tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait