Revisi UU MK Dinilai Syarat Kepentingan Politik
Berita

Revisi UU MK Dinilai Syarat Kepentingan Politik

Karena materi muatannya hanya berkutat pada syarat usia calon hakim konstitusi, pensiun, dan masa jabatan ketua dan wakil ketua yang dinilai tidak menjawab kebutuhan MK.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Berdasarkan catatan Kode Inisiatif, rentang tahun 2016-2019 seringkali UU yang baru disahkan dan menjadi polemik langsung diuji ke MK. Kemungkinan pola ini masih akan berlanjut pada periode saat ini. Karena itu, publik sebenarnya banyak yang menaruh harapan ke MK untuk memutus UU yang benar-benar dinilai bertentangan dengan konstitusi.

“Revisi UU MK tersebut syarat kepentingan (politik, red). Apalagi dalam rancangan naskah akademiknya tidak disebutkan kenapa perubahan ini harus dilakukan. Ini adalah kombinasi yang sangat berbahaya, mungkin merasa MK adalah ancaman, jadi kemudian mengajaknya menjadi sekutu," katanya.

Untuk diketahui, dalam Pasal 4 ayat (3) draf RUU MK mengatur tentang masa jabatan ketua dan wakil ketua MK selama lima tahun yang mengubah pasal serupa dalam UU No. 8 Tahun 2011 yang menyebutkan masa jabatan ketua dan wakil ketua adalah 2 tahun 6 bulan. Dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d RUU MK itu, syarat usia minimal calon hakim konstitusi diubah dari 47 tahun menjadi 60 tahun tanpa batas usia maksimal.  

Selain itu, Pasal 87 huruf c draf RUU MK menghapus keberlakuan Pasal 22 UU No. 24 Tahun 2003 yang mengatur periodeisasi masa jabatan hakim konstitusi selama 5 tahun dan dapat dipilih untuk satu kali masa jabatan 5 tahun berikutnya. Dalam Pasal 87 huruf c RUU MK itu, intinya usia pensiun hakim konstitusi (dari 60 tahun) hingga usia 70 tahun disamakan usia pensiun hakim agung. 

Tags:

Berita Terkait