Rezim Pasar Bebas di RUU Cipta Kerja Dinilai Ancam Kedaulatan Petani dan Pangan Nasional
Berita

Rezim Pasar Bebas di RUU Cipta Kerja Dinilai Ancam Kedaulatan Petani dan Pangan Nasional

Diplomasi ekonomi internasional Pemerintah Jokowi saat ini terus memassifkan liberalisasi ekonomi dengan membuka akses pasar bagi perdagangan barang, jasa, dan investasi.

Oleh:
Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 5 Menit

Terlebih lagi dalam RUU Cipta Kerja yang akan melakukan pengubahan Pasal 19 dalam UU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (UU SBPB) akan memudahkan pengalihfungsian lahan pertanian menjadi objek pembangunan untuk kepentingan investor. Bila kebijakan demikian disahkan maka akan banyak lahan pertanian yang terampas dan banyak lahan pertanian yang akan tergusur atas nama pembangunan dan investasi.

“Kalau model pembangunan yang dijalankan dengan mengandalkan investasi SDA, maka sama saja pemerintah menggadaikan nasib rakyat khususnya petani untuk tidak berdaulat atas sumber-sumber agraria-nya. Karena sejatinya petani harus dijadikan subjek didalam mengelola pertanian agar bisa berdaulat,”  terang Maulana.

Liberalisasi

Maulana menyebutkan bahwa diplomasi ekonomi internasional Pemerintah Jokowi saat ini terus memassifkan liberalisasi ekonomi dengan membuka akses pasar bagi perdagangan barang, jasa, dan investasi. Baik liberalisasi dibawah perjanjian ASEAN RCEP, Indonesia Australia CEPA (IA-CEPA), Indonesia EFTA CEPA (I-EFTA CEPA) hingga dalam perundingan Indonesia EU CEPA (IEU CEPA).

Liberalisasi ekonomi ini tentunya berdampak terhadap hilangnya sumber penghidupan utama kaum tani, yang diakibatkan tidak mampu bersaing ditengah persaingan bebas. Karena itu maulana menyebutkan pihaknya meminta agar Pemerintah Indonesia melakukan review terhadap segala perjanjian perdagangan bebas yang masih berlangsung maupun yang tengah ditandatangani dan diratifikasi yang mengebiri nasib pertanian nasional.

Lebih jauh Maulana menerangkan bahwa liberalisasi investasi telah melegalkan industri pertanian berskala besar yang pada akhirnya telah banyak memberikan kontribusi terhadap hilangnya akses petani gurem dan kecil terhadap lahannya. Apalagi, perjuangan terhadap hak atas tanah petani telah berdampak pada konflik agraria yang berujung pada penghilangan nyawa petani yang sedang mempertahankan haknya.

Karena itu, menurut Maulana kebijakan liberalisasi ekonomi dan arah pembangunan yang seolah-olah akan memusatkan Indonesia sebagai bagian dari rantai nilai Global (Global Value Chain), telah berkontribusi terhadap peningkatan angka kemiskinan petani, khususnya di daerah pedesaan, dan pelanggaran Hak Asasi Manusia akibat diamnya Negara terkait kasus-kasus kematian pejuang hak atas tanah di Indonesia.

“Untuk itu, kami mendukung perjuangan kaum tani diseluruh pelosok negeri untuk merebut kembali tanah dan sumber-sumber ekonominya. Kami juga mendesak Pemerintah Indonesia agar tidak lepas tanggung jawab dalam melindungi nasib kaum tani dari ancaman kaum pemodal yang merampas tanah dan sumber-sumber agraria petani,” tegas Maulana.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait