Risiko Hukum bagi Penumpang Pesawat yang Gunakan Identitas Palsu
Berita

Risiko Hukum bagi Penumpang Pesawat yang Gunakan Identitas Palsu

Dalam kasus jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, diketahui ada penumpang yang menggunakan identitas palsu.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 5 Menit

Sebab kelalaian bukan semata menjadi milik Sriwijaya yang meloloskan penumpang berbeda identitas untuk terbang, tetapi faktanya penumpang itu bisa lolos pemeriksaan di dua pintu security check in bandara yang mestinya juga ketat. Terlebih persyaratan rapid antigen terbaru yang juga harus sama dengan identitas di tiket. Hal itu kemudian menjadi masalah yang layak untuk direnungi dan dievaluasi bersama oleh dunia penerbangan Indonesia.

Tindak Pidana

Dikutip dari klinik Hukumonline, pemakaian nama palsu dapat dikenakan beberapa tindak pidana yang diatur dalam KUHP tergantung dari bagaimana nama palsu itu digunakan. Apabila pemakaian nama palsu dilakukan dengan cara membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapus piutang untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, maka dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan.

Apabila pemakaian nama palsu dituangkan dalam surat-surat yang berkaitan dengan izin orang asing untuk masuk ke Indonesia dan menggunakan surat itu kepada orang lain seolah-olah surat itu asli, maka dikenal sebagai tindak pidana pemalsuan surat. Yang terakhir, apabila pemakaian nama palsu tersebut dituangkan dalam sebuah akte otentik, dinamakan tindak pidana penggunaan akta otentik yang didasarkan atas keterangan palsu dan menimbulkan kerugian.

Dalam KUHP sendiri, istilah bohong dikenal sebagai suatu tindak pidana penipuan dengan catatan bahwa kebohongan itu dibarengi dengan tindakan yang bermaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Untuk lebih jelasnya, kita simak bunyi selengkapnya Pasal 378 KUHP:

Pasal 378 KUHPmenyatakan, barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, kejahatan ini dinamakan “penipuan”. Penipu itu pekerjaannya (hal. 261): 1. membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang; 2. maksud pembujukan itu ialah: hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; 3. membujuknya itu dengan memakai: a. nama palsu atau keadaan palsu; atau b. akal cerdik (tipu muslihat); atau c. karangan perkataan bohong.

Lebih lanjut, R. Soesilo mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nama palsu yaitu nama yang bukan namanya sendiri. Nama “Saimin” dikatakan “Zaimin” itu bukan menyebut nama palsu, akan tetapi kalau ditulis, itu dianggap sebagai menyebut nama palsu (Ibid, hal. 261).

Tags:

Berita Terkait