Ritzy Manado Hotel Dimohonkan Pailit
Berita

Ritzy Manado Hotel Dimohonkan Pailit

Lantaran tidak mematuhi perjanjian sindikasi dengan beberapa bank, Ritzy Manado Hotel dimohonkan pailit ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Ritzy Manado Hotel Dimohonkan Pailit
Hukumonline

 

Bank Danamon kemudian menjual segala haknya dalam sindikasi kepada Stafford Shine Asset Limited. Akan tetapi status agen fasilitas dan agen jaminan tetap dipegang Bank Bukopin. Atas peralihan itu, kreditur dari fasilitas pinjaman dolar beralih kepada PT Artha Agung Abadi sebesar AS$ 31,049 juta dan Bank DKI AS$ 1,824 juta. Sementara pinjaman modal rupiah, krediturnya adalah Artha Agung Abadi Rp 3,230 miliar dan Bank Bukopin Rp 2,537 miliar, sehingga Artha Agung merupakan kreditur mayoritas.

 

Fasilitas jaminan investasi jatuh tempo pada 24 Oktober 2005 dan fasilitas modal kerja jatuh tempo pada 24 Oktober 2003. Para termohon dinilai tidak beritikad baik sebab meski pemohon telah melakukan pendekatan dan peringatan, para termohon tetap tidak melunasi utangnya. Pada akhir Desember 2008, utang para termohon dihitung sebesar Rp 53,116 miliar.

 

Menurut perjanjian jaminan, penjamin menyetujui bahwa bank dapat segera melakukan tindakan penjamin, apabila terjadi kejadian pelanggaran dalam perjanjian sindikasi tanpa keharusan mengambil tindakan lebih dahulu terhadap debitur. Dalam Pasal 3 perjanjian sindikasi, termohon I dan II secara khusus mengesampingkan Pasal 1430, 1831, 1837, 1848, 1849 dan 1859 KUHPerdata. Dengan begitu para termohon secara tanggung renteng harus bertanggung jawab untuk membayar utang tepat pada waktunya. Karena itulah, Bank Bukopin mengajukan pailit terhadap para pemohon.

 

Menurut kuasa hukum pemohon, Iwan Natapriyana, gugatan pailit telah memenuhi syarat pailit yang ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang No. 37 Tahun 2004. Karena itu, pemohon meminta majelis hakim mengabulkan permohonan pailit dan menunjuk Rawi Sahroni sebagai kurator yang akan membereskan harta pailit.

Memasuki 2009, perkara kepailitan nampaknya kembali menjadi tren di Negeri ini. Bisa jadi masalah ini timbul lantaran imbas krisis keuangan global. Yang jelas, ada beberapa kasus kepailitan yang menghiasi Pengadilan Niaga di Jakarta awal tahun ini. Salah satunya yang dilakukan PT Bank Bukopin Tbk. Bank yang memfokuskan diri pada segmen Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) ini mengajukan permohonan pailit kepada PT Binaperkasa Indonesia, Budi Djonari dan Agus Widjaja, masing-masing selaku termohon I, II dan III. PT Binaperkasa Indonesia adalah pemilik Hotel Novotel Domain Manado (sekarang The Ritzy Manado Hotel).

 

Permohonan yang terdaftar pada 7 April 2009 itu dilayangkan lantaran para termohon berutang sebesar Rp 53,116 miliar. Saat sidang perdana digelar, Kamis (23/4) lalu di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, pihak termohon hadir namun tidak didampingi kuasa hukum. Ketua majelis hakim, Sugeng Riyono, meminta agar para termohon menunjuk kuasa hukum sebab hukum acara kepaiitan spesifik. Daripada tiba-tiba dipailitkan karena tidak paham, ujer Sugeng.

 

Awalnya, utang para termohon bermula dari perjanjian Sindikasi yang dibuat 24 Oktober 1996 silam. Ketika itu, dihadapan notaris di Jakarta, PT Bank PDFCI (Private Development Finance Company of Indonesia) selaku agen fasilitas dan agen jaminan, membuat akta perjanjian Sindikasi No. 90 dengan PT Binaperkasa Indonesia, PT Bank Danamon, PT Indovest Bank, PT Bank Umum Nasional, PT Bank Dagang dan Industri, PT Unibank, PT Bank DKI.

 

Dalam perjanjian itu disepakati bank memberikan fasilitas pinjaman investasi sebesar AS$ 35 juta dan Rp 11,750 miliar, serta fasilitas pinjaman modal kerja sebesar AS$ 1 juta kepada PT Binaperkasa Indonesia untuk pembangunan dan perluasan The Ritzy Manado Hotel. Komitmen pembayaran masing-masing bank pada awalnya: Bank PDFCI sebesar AS$ 3 juta, Bank Danamon AS$ 20 juta, Indovest Bank AS$ 2 juta, Bank Umum Nasional AS$ 2 juta, Bank Dagang dan Industri AS$ 1 juta, Unibank AS$ 3 juta dan Bank DKI AS$ 2 juta. Sementara komitmen fasilitas perjanjian investasi sebesar Rp 8,825 miliar dan dari PT Bank Bumi Raya Utama sebesar Rp 3,25 miliar. Pinjaman modal kerja berasal dari Bank PDFCI sebesar AS$ 1 juta. Perjanjian sindikasi ini diteruskan dengan pembuatan perjanjian jaminan.

 

Pada mulanya fasilitas kredit atas nama termohon I lancar. Masalah baru muncul saat krisis ekonomi 1998. Ketika itu, kenaikan (eskalasi) nilai tukar dolar terhadap rupiah sangat signifikan. Akibatnya, termohon I tidak dapat menjalankan kewajibannya untuk membayar utang sindikasi. Efeknya, seluruh portofolio fasilitas pinjaman diambil oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Setelah beralih, BPPN menjual kembali sebagian pinjaman sindikasi kepada bank asal, yakni sebagian besar ke Bank Danamon dan Bank Bukopin. Bank Bukopin juga ditunjuk sebagai agen fasilitas dan agen jaminan.

Tags: