Riwayat Panjang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Terbaru

Riwayat Panjang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Gagasan di dunia akademik tentang pentingnya pedoman penyusunan perundang-undangan sudah muncul pada 1970-an.

Oleh:
CR-28
Bacaan 3 Menit
Maria Farida Indrati, ahli ilmu perundang-undangan dan mantan hakim Mahkamah Konstitusi. Foto: Ferinda
Maria Farida Indrati, ahli ilmu perundang-undangan dan mantan hakim Mahkamah Konstitusi. Foto: Ferinda

DPR dan Pemerintah sedang berusaha merevisi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan untuk mengakomodasi model omnibus law. Langkah ini berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji formil UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. DPR dan Pemerintah dinilai tidak memenuhi prinsip pembentukan perundang-undangan yang baik ketika menyusun RUU Cipta Kerja.

Pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan sebenarnya punya sejarah panjang, jauh sebelum 2011. Bahkan dapat ditelusuri upaya-upaya yang telah dilakukan jauh sebelum lahir UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-Undangan, pedoman pertama yang diatur dengan Undang-Undang.

Dalam sebuah diskusi akademik, Sabtu (12/2) lalu, Guru Besar Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Maria Farida Indrati, mengenang awal mula lahirnya UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU-P3). "Saya jadi teringat bagaimana mulainya UU ini terjadi. Sebetulnya, sebelum ini Fakultas Hukum baik di Universitas Indonesia (UI) maupun di tempat lain tidak pernah ada mata kuliah ilmu perundang-undangan,” kenangnya.

Di dunia akademik, sejarah ilmu perundang-undangan dimulai pada 1976, ketika ada mata kuliah ilmu perundang-undangan yang diasuk A. Hamid Attamimi. Itu pun sebatas mata kuliah pengenalan. Prof. Hamid Attamimi terus berusaha agar ilmu perundang-undangan menjadi mata kuliah wajib dan menjadi bagian dari kurikulum pendidikan hukum. Maria kemudian menjadi asisten Prof. Hamid.

Pada saat itu, rujukan yang dipakai sebagai pedoman adalah Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1970 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah. “Jadi sebelum-sebelumnya di Indonesia belum ada suatu pedoman bagaimana kita membentuk peraturan perundang-undangan,” jelas Maria.

Pada dekade 1970-an muncul keinginan pemerintah membuat pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan yang nantinya mengatur bagaimana asas-asas perundang-undangan, dan mekanisme pembentukannya. Peran Hamid Attamimi, yang kala itu bekerja di Sekretariat Negara, sangat besar merealisasikan gagasan itu, meskipun kemudian belum terwujud hingga Prof. Hamid meninggal dunia pada 7 Oktober 1994. “Usaha Prof. Hamid dan teman-teman untuk membuat suatu pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan tidak pernah terjadi, sampai Prof Hamid almarhum, keinginan itu tidak terjadi,” kenang Maria.

Gagasan Prof. Hamid dan teman-teman mendapat momentum pada saat amandemen UUD 1945. Pada amandemen kedua tahun 2000, disepakati rumusan Pasal 22A yang menyebutkan “Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang”. Amanat konstitusi ini kemudian dijalankan, dan melahirkan UU No. 10 Tahun 2004, yang mulai berlaku 22 Juni 2004.

Melalui UU berisi 58 pasal ini, mulai ada pijakan kuat pengaturan tentang asas-asas, hierarki, jenis, materi muatan, dan mekanisme perundang-undangan. “Walau kalau kita melihat pengesahan dan pengundangannya agak jauh karena UUD mengatakan UU itu harus diundangkan dalam waktu 30 hari, tapi rupanya itu terlewati,” ujar Maria.

Terkait perkembangan terakhir dari UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3), Hakim Konstitusi Wanita pertama itu mengaku telah mendengar akan perubahan kedua yang mulai dibahas oleh DPR. Dia memperingatkan untuk terus mengawal dan bersikap hati-hati. “Namanya UU tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tetapi di dalamnya, isinya adalah pedoman bagaimana kita harus membentuk peraturan perundang-undangan. Kenapa harus hati-hati? Karena dari UU tersebut, maka dapat muncul suatu pengujian terhadap UU tersebut baik secara materiil untuk UU lain dan UU tersebut, dan juga untuk prosesnya atau prosedurnya yang berkaitan dengan UU yang baru itu.”

Maria menuturkan rumusan UU-P3 sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan UU lainnya. “Ini suatu UU pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan, maka di sana kalau kita salah merumuskan maka akan berdampak dengan berlakunya UU lain. Kalau ada permasalahan, tidak saja hanya masuk dalam pengujian formil tapi juga pengujian materiil,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait