Riwayat Pasal Pidana yang Dipakai Polisi untuk Menjerat Debt Collector

Riwayat Pasal Pidana yang Dipakai Polisi untuk Menjerat Debt Collector

Perusahaan yang mempekerjakan penagih utang penting memahami detail persyaratan yang harus dipenuhi. Surat kuasa saja tidak cukup. Jika tidak, penagih utang dan perusahaan yang mempekerjakannya bisa terseret kasus pidana.
Riwayat Pasal Pidana yang Dipakai Polisi untuk Menjerat Debt Collector

Setelah aksi mereka viral dan mendapat kecaman publik, para penagih utang atau debt colletor ditangkap polisi. Aksi mereka mengancam seorang tentara yang mengemudi dan berusaha merampas kendaraan roda empat yang sedang dipakai untuk mengantar orang sakit itu dianggap sebagai tindak pidana. Belakangan, polisi menetapkan 11 orang penagih utang sebagai tersangka.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes (Pol) Yusri Yunus menjelaskan para pelaku akan dijerat Pasal 335 ayat (1) dan Pasal 365 KUHP juncto Pasal 53 KUHP. Yusri menjelaskan kesebelas tersangka melakukan penagihan utang padahal mereka tidak memiliki Sertifikat Penagihan Pembiayaan dan tak paham prosedur penagihan yang sah menurut hukum. “Walaupun surat kuasa ada, tetapi tidak memiliki klasifikasi, keahlian, tidak memiliki dasar-dasar. SPPP-nya tidak ada sama sekali. Jadi, itu tidak boleh, itu illegal,” jelas Yunus kepada awak media setelah para pelaku ditahan. 

Keabsahan penagihan utang yang dilakukan debt collector telah menjadi sorotan penting terutama setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020. Pada intinya, putusan ini menegaskan perusahaan leasing atau kuasanya (debt collector) tak dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia atau agunan secara sepihak kecuali ada penyerahan secara sukarela. Berkaca dari kasus kesebelas penagih utang yang ditangkap polisi, surat kuasa dari perusahaan leasing atau perusahaan pinjaman saja tidak cukup jadi alasan. Kepolisian dan Otoritas Jasa Keuangan telah membuat aturan lebih teknis yang harus dipatuhi para penagih. Jika tidak, risikonya adalah ancaman pidana. 

Ada sejumlah pasal yang dapat dipakai untuk menjerat tindakan debt collector. Pasal mana yang akan dipakai aparat penegak hukum sangat bergantung pada kualifikasi perbuatan yang dilakukan. Dengan kata lain, aparat penegak hukum harus memastikan kesesuaian perbuatan debt collector dengan unsur-unsur delik. Misalnya, seorang debt collector yang telah berhasil menagih utang dari debitor bisa dikenakan pasal 374 KUHP mengenai penggelapan dalam jabatan (lihat misalnya putusan MA No. 1176 K/Pid/2016 tanggal 14 November 2016). 

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional