Riwayat UU Pengamanan Barang Cetakan Tamat
Utama

Riwayat UU Pengamanan Barang Cetakan Tamat

Majelis menyatakan kewenangan jaksa agung melarang peredaran barang cetakan in casu buku tanpa proses peradilan merupakan salah satu pendekatan negara kekuasaan, bukan negara hukum.

Oleh:
Abdul Razak Asri
Bacaan 2 Menit

 

 

“Akan menjadi persoalan jika kewenangan pemerintah in casu jaksa agung melarang barang cetakan dicabut. Pemerintah jadi tidak punya dasar hukum lagi untuk menertibkan barang-barang cetakan seperti pornografi,” ujar Hamdan khawatir.

 

 

Dalam jumpa pers seusai persidangan, Taufik Basari selaku kuasa hukum untuk perkara No 20/PUU-VIII/2010 mengatakan sejak putusan ini dibacakan maka jaksa agung tidak lagi memiliki kewenangan melarang buku. “Kecuali melalui due process of law,” tegasnya. Bagi Tobas, begitu ia biasa siapa, MK melalui putusannya telah mengembalikan Indonesia menjadi negara hukum, bukan negara kekuasaan.

 

 

“(Jadi) Negara tidak lagi dapat menilai pendapat seseorang dalam buku. Ini pembelajaran supaya negara tidak lagi berdasarkan kekuasaan,” kata Tobas.

 

 

Sementara, Darmawan, penulis buku “Enam Jalan Menuju Tuhan” yang menjadi pemohon, mengatakan buku yang di dalamnya terkandung pemikiran seseorang memang tidak seharusnya dilarang. “Otak dibalas otak, buku dibalas buku,” tukasnya lantang. 

 

Tags: