RKUHP Perlu Perkuat Posisi Korban Tindak Pidana
Berita

RKUHP Perlu Perkuat Posisi Korban Tindak Pidana

Dengan cara mengatur restitusi dan kompensasi bagi korban melalui KUHP.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) masih bergulir di DPR. Berbagai pihak telah memberi masukan terhadap RKUHP termasuk dari kalangan organisasi masyarakat sipil. Ada sejumlah isu atau permasalahan yang menjadi sorotan antara lain mengenai pemenuhan hak korban tindak pidana.

 

Mantan Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai mengatakan pentingnya KUHP mengatur hak korban kejahatan tindak pidana. Abdul mencatat setidaknya ada 2 jenis hak korban yang perlu diperhatikan pengaturannya dalam KUHP yakni mengenai restitusi dan kompensasi. Restitusi adalah ganti rugi yang dibayar pelaku kepada korban kejahatan. Sedangkan kompensasi adalah ganti rugi yang dibayar negara kepada korban.

 

Sayangnya, restitusi dan kompensasi ini hanya untuk korban tindak pidana tertentu.  Misalnya, korban pelanggaran HAM berat dan terorisme berhak mendapat restitusi dan kompensasi. Sementara restitusi untuk beberapa jenis kejahatan seperti perdagangan orang dan anak yang menjadi korban.

 

Sebenarnya mengenai mekanisme mendapat restitusi dan kompensasi telah diatur UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Mengingat pengakuan terhadap hak restitusi dan kompensasi bagi korban termaktub dalam beberapa UU, berikut mekanismenya, Abdul mengusulkan agar beragama macama ketentuan itu dimasukan dalam RKUHP.

 

“RKUHP perlu memperkuat posisi korban karena KUHP saat ini tidak menyebut secara tegas korban kejahatan tindak pidana bisa mendapat restitusi dan kompensasi,” kata dia dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (10/1/2019). Baca Juga: LPSK: PP Kompensasi Restitusi Perkuat Pemenuhan Hak Saksi Korban

 

Pengaturan  mengenai restitusi dan kompensasi dalam KUHP, menurut Abdul penting sebagai acuan hakim yang mengadili perkara. Melalui ketentuan itu, hakim bisa memutus agar pelaku membayar kerugian kepada korban. Mekanisme yang tersedia saat ini bagi korban untuk menuntut ganti rugi melalui proses peradilan.

 

Abdul melihat beberapa kasus hakim yang memeriksa perkara cukup progresif, sehingga mengabulkan ganti rugi berupa restitusi bagi korban tindak pidana, seperti pembunuhan. “Tapi ada juga hakim yang menolak ganti rugi yang diajukan korban dengan dalih tidak ada dasarnya karena tidak ada aturan yang menyebut tegas bahwa korban berhak mendapat restitusi,” tuturnya.

Tags:

Berita Terkait