RKUHP Perlu Perkuat Posisi Korban Tindak Pidana
Berita

RKUHP Perlu Perkuat Posisi Korban Tindak Pidana

Dengan cara mengatur restitusi dan kompensasi bagi korban melalui KUHP.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Abdul, RKUHP seharusnya tidak hanya fokus pada pemidanaan terhadap pelaku, tapi juga memperhatikan korban agar mendapat keadilan restoratif. Konsep hukum pidana yang berkembang sekarang, bukan hanya menghukum pelakunya, tapi juga memberikan rehabilitasi kepada korban antara lain melalui restitusi.

 

Dia juga menekankan pentingnya mencegah kriminalisasi terhadap korban. Bentuk kriminalisasi itu, misalnya laporan balik atau serangan. UU LPSK secara tegas mengatur saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana atau perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang diberikannya. Kecuali laporan itu diberikan dengan itikad tidak baik. Sayangnya, ketentuan seperti ini tidak ada dalam KUHP.

 

“Kriminalisasi ini kerap digunakan pihak tertentu untuk melawan aktivis HAM dan lingkungan. Agar korban tidak menjadi korban untuk kedua kali, maka ketentuan ini harus diatur dalam KUHP,” usulnya.

 

Peneliti Puskapa UI, Putri Kusuma Amanda, melihat Pasal 26 RKUHP membatasi anak yang menjadi korban untuk menyampaikan pengaduan secara langsung karena harus diwakilkan. Kemudian pengaturan mengenai narkotika masih berorientasi penghukuman, bukan rehabilitasi. “Pengaturan tetkait narkotika dalam RKUHP masih berpotensi mempidanakan anak pecandu narkotika,” kata dia.

 

Putri melanjutkan Pasal 446 RKUHP berpotensi mempidanakan anak korban kekerasan seksual dan perkawinan anak. Begitu pula Pasal 502 RKUHP, berpeluang mempidanakan anak korban kekerasan seksual. Meski demikian, Putri mengapresiasi RKUHP karena mulai mengakomodir mekanisme ganti rugi untuk korban tindak pidana. “Ketentuan yang perlu diatur selanjutnya mengenai kemudahan bagi korban untuk mengaksesnya,” sarannya.

 

Direktur Program ICJR, Erasmus Napitupulu, mengingatkan jangan sampai ancaman hukuman pidana dinaikan, tapi melupakan hak korban. Dia mencatat dalam beberapa kasus seperti Perppu No.1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang kemudian disahkan menjadi UU menaikan ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap anak, tapi tidak ada satu ketentuan yang mengatur hak korban. “RKUHP harus memperhatikan pemenuhan hak korban,” katanya.

Tags:

Berita Terkait