Dalam pandangan Kusfiardi, sangat jelas sekali yang diinginkan Laksamana dengan diusulkannya RUU BUMN tersebut adalah bahwa BUMN tetap akan difungsikan sebagai sarang money politic dan juga sarang KKN Pejabat. "Yang lebih penting lagi adalah untuk mempermudah penjualan BUMN secara ugal-ugalan," cetus Kusfiardi.
Harus ada keterwakilan kepemilikan
Saat ditanya mengenai usulan koalisi yang beranggotakan sekitar 150 lembaga dan pribadi tersebut, Kusfiardi mengatakan bahwa hendaknya penyusunan RUU BUMN tidak terkait dulu dengan UU Perseroan, sebagaimana perusahaan pada lazimnya. Sebab, ada indikasi kuat bahwa pemerintah mencantumkan beberapa materi dalam UU Perseroan sebagai komponen inti dalam RUU BUMN.
Selanjutnya dalam BUMN itu selain pada pemerintah, perwakilan kepemilikan, juga ada pada DPR, DPRD, karyawan BUMN tersebut, dan pemda di mana BUMN itu beroperasi. Misalnya perusahaan minyak di Bontang, maka pemda Bontang juga memiliki saham. Jika sudah begitu, menurut Kusfiardi, akan terjadi proses demokratisasi yang tidak dimanipulasi olah aparat.
Koalisi juga menyayangkan pengajuan RUU BUMN ini yang terkesan dilakukan secara diam-diam. "Tidak ada konsultasi publik mengenai hal ini, tiba-tiba katanya tinggal sembilan kali pembahasan lagi akan selesai," ujar Kusfiardi. Namun menurutnya, dalam jangka sisa waktu tersebut Koalisi akan menyampaikan masukan-masukannya mengenai RUU BUMN tersebut.
Jika memang belum berhasil dirumuskan demokratisasi dalam BUMN, menurut Kusfiardi, sebaiknya DPR dan pemerintah tidak usah tergesa-gesa memaksa menyelesaikan pembahasan dan menunda RUU tersebut. "Saya pikir jika anggota dewan nekad meneruskan hal ini, mereka akan menghadapi problem yang lebih besar lagi," tambah Kusfiardi.