Kritik tersebut disampaikan oleh Sekjen Koalisi Anti Utang (KAU) Kusfiardi, saat ditemui hukumonline di tengah kesibukannya melakukan tugas pengamatan di Gedung DPR/MPR. Menurutnya, RUU BUMN yang diajukan Meneg BUMN Laksamana Sukardi sebagai wakil pemerintah yang sekarang sedang dibahas di DPR hanya membicarakan bentuk BUMN, jenis BUMN dan masalah privatisasi.
Kusfiradi mengatakan, ketiga aspek tersebut tidak menjawab kontraversi soal privatisasi selama ini. Di antaranya soal mekanisme privatisasi, manfaat privatisasi tersebut bagi masyarakat, dan lain-lain. "Terlebih lagi yang dikehendaki masyarakat sekarang ini adalah demokratisasi BUMN," ujar Kusfiardi.
Yang dimaksud Kusfiradi dengan demokratisasi BUMN adalah kepemilikan BUMN tidak hanya di satu tangan, yaitu di tangan pemerintah. Menurutnya, demokratisasi BUMN membuka kepemilikan itu lebih luas, ada representasi kepemilikan dari DPR, DPRD, pemerintah daerah, dan juga pekerja dari BUMN yang bersangkutan.
Melancarkan privatisasi ugal-ugalan
Yang juga mendapat kritikan Kusfiardi adalah mengenai tidak tegasnya pendefinisian BUMN pada UU tersebut. "Di situ hanya disebut BUMN adalah perusahaaan negara yang berbentuk Perseroan, Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan)," ujar Kusfiardi.
Dan menurutnya, di ketiga bentuk itu sistem yang berlaku tetap saja menempatkan pemerintah sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi. Termasuk, berbagai kewenangan lainnya, seperti memilih direksi dan segala macamnya. Tentu saja, hal tersebut tidak berbeda dengan kondisi yang sudah berlaku selama ini di BUMN.
Kusfiardi mensinyalir adanya relevansi yang cukup kuat dengan apa yang dikehendaki IMF dalam Letter of Intent (LoI)-nya, juga bank dunia lewat program privatisasinya. "Karena kalau kepemilikan tetap di tangan pemerintah akan lebih mudah untuk melakukan privatisasi," tegasnya lagi.
Kusfiardi juga menengarai bahwa penyusunan RUU BUMN ini sebagai presentasi Laksamana atas dendam pribadinya. Menurutnya, selama ini Pak Menteri mencoba melakukukan penggantian direksi yang membangkang dan menolak untuk menjalankan privatisasi. Namun, selalu kalah di pengadilan karena mereka mempunyai kepastian hukum.
Dalam pandangan Kusfiardi, sangat jelas sekali yang diinginkan Laksamana dengan diusulkannya RUU BUMN tersebut adalah bahwa BUMN tetap akan difungsikan sebagai sarang money politic dan juga sarang KKN Pejabat. "Yang lebih penting lagi adalah untuk mempermudah penjualan BUMN secara ugal-ugalan," cetus Kusfiardi.
Harus ada keterwakilan kepemilikan
Saat ditanya mengenai usulan koalisi yang beranggotakan sekitar 150 lembaga dan pribadi tersebut, Kusfiardi mengatakan bahwa hendaknya penyusunan RUU BUMN tidak terkait dulu dengan UU Perseroan, sebagaimana perusahaan pada lazimnya. Sebab, ada indikasi kuat bahwa pemerintah mencantumkan beberapa materi dalam UU Perseroan sebagai komponen inti dalam RUU BUMN.
Selanjutnya dalam BUMN itu selain pada pemerintah, perwakilan kepemilikan, juga ada pada DPR, DPRD, karyawan BUMN tersebut, dan pemda di mana BUMN itu beroperasi. Misalnya perusahaan minyak di Bontang, maka pemda Bontang juga memiliki saham. Jika sudah begitu, menurut Kusfiardi, akan terjadi proses demokratisasi yang tidak dimanipulasi olah aparat.
Koalisi juga menyayangkan pengajuan RUU BUMN ini yang terkesan dilakukan secara diam-diam. "Tidak ada konsultasi publik mengenai hal ini, tiba-tiba katanya tinggal sembilan kali pembahasan lagi akan selesai," ujar Kusfiardi. Namun menurutnya, dalam jangka sisa waktu tersebut Koalisi akan menyampaikan masukan-masukannya mengenai RUU BUMN tersebut.
Jika memang belum berhasil dirumuskan demokratisasi dalam BUMN, menurut Kusfiardi, sebaiknya DPR dan pemerintah tidak usah tergesa-gesa memaksa menyelesaikan pembahasan dan menunda RUU tersebut. "Saya pikir jika anggota dewan nekad meneruskan hal ini, mereka akan menghadapi problem yang lebih besar lagi," tambah Kusfiardi.