RUU Cipta Kerja di Mata Konsultan Ketenagakerjaan
Utama

RUU Cipta Kerja di Mata Konsultan Ketenagakerjaan

Pemerintah menegaskan omnibus law RUU Cipta Kerja melindungi pekerja. Serikat pekerja menolak RUU Cipta Kerja karena proses penyusunannya sejak awal sejatinya tidak melibatkan buruh.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Kelima, RUU Cipta Kerja tidak banyak mengubah ketentuan terkait upah. Tapi kewajiban pemberian upah dalam hal pekerja mengambil cuti khusus/izin sebagaimana diatur Pasal 93 ayat (2) UU No.13 Tahun 2003 mengalami perubahan. Dalam RUU Cipta Kerja, pekerja yang haid, menikah, menjalankan perintah agama, dan lainnya tidak lagi dibayar upahnya, dan harus mengambil cuti tahunan.

 

Keenam, RUU Cipta Kerja menghapus Pasal 59 UU No.13 Tahun 2003, sehingga membuat hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) menjadi lebih fleksibel dan tidak rigid. Pekerja PKWT juga mendapat uang kompensasi pada saat kontrak kerjanya berakhir dan/atau pekerjaan selesai dengan besaran yang ditetapkan pemerintah.

 

“Ini menguntungkan pekerja,” kata dia.

 

Lihat Isi Omnibus Law Selengkapnya:

 

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menegaskan komitmen pemerintah melindungi tenaga kerja dalam RUU tersebut. Dia juga mengklaim pembahasan sudah dilakukan bersama serikat buruh dan asosiasi pengusaha. Dalam pembahasan di DPR nanti, tentu saja para pemangku kepentingan akan dilibatkan. “Draftnya sudah kami serahkan. Selanjutnya tentu akan dibahas dan disempurnakan lagi bersama DPR,” kata dia.

 

Namun sebelumnya, Ketua Umum Kasbi Nining Elitos mengecam tindakan pemerintah yang mencatut nama organisasinya sebagai salah satu dari 14 serikat pekerja yang masuk dalam “Tim Koordinasi Pembahasan dan Sosialisasi Publik Substansi Ketenagakerjaan.” Kasbi yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) sejak awal menolak omnibus law yang sebelumnya RUU Cipta Lapangan Kerja karena proses penyusunannya sudah cacat sejak awal.

 

Tim koordinasi yang dibentuk pemerintah itu menurut Nining hanya “boneka” untuk melegitimasi proses penyusunan RUU yang selama ini sangat tertutup, tidak demokratis, dan hanya mengakomodir kepentingan pengusaha. “Ini jelas menyalahi asas keterbukaan seperti diamanatkan konstitusi, asas partisipasi masyarakat dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” tegasnya.

 

Koordinator Departemen Pendidikan KSN Novri Auliansyah menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan diam-diam dalam menyusun RUU Cipta Kerja dan tidak melibatkan masyarakat yang bakal terdampak seperti buruh, petani, nelayan dan masyarakat hukum adat. “RUU ini hanya akan mendatangkan investor buruk yang bakal mengeksploitasi sumber daya alam (SDA), melegalkan upah murah, sementara hukuman bagi pengusaha nakal hanya sanksi administratif,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait