RUU Cipta Kerja Tak Mengenal Jenis Upah Minimum Sektoral
Utama

RUU Cipta Kerja Tak Mengenal Jenis Upah Minimum Sektoral

Pemerintan akhirnya hanya menyepakati upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Pemerintah tak bersepakat dengan ketentuan upah minimum padat karya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Pasal 13

(1) Penetapan UMSP diawali dengan pelaksanaan kajian mengenai Sektor Unggulan oleh dewan pengupahan provinsi.

(2) Penentuan suatu sektor termasuk dalam Sektor Unggulan, dilaksanakan melalui kajian mengenai variabel: a. kategori usaha, sesuai KBLI 5 (lima) digit; b. Perusahaan dengan skala usaha besar; c. pertumbuhan nilai tambah; dan d. produktivitas tenaga kerja.

(3) Ketentuan mengenai Perusahaan dengan skala usaha besar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah.

(4) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dewan pengupahan provinsi menetapkan ada atau tidak ada Sektor Unggulan.

(5) Dalam hal terdapat Sektor Unggulan, dewan pengupahan provinsi menyampaikan basil kajian kepada Asosiasi Pengusaha pada Sektor dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Sektor yang bersangkutan untuk merundingkan: a. Perusahaan yang masuk dalam kategori Sektor Unggulan yang bersangkutan; dan b. nominal UMSP.

(6) Dalam hal tidak ada Sektor Unggulan, gubernur tidak dapat menetapkan UMSP

Pasal 14

(1) Apabila perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) mencapai kesepakatan, Asosiasi Pengusaha pada Sektor dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Sektor yang bersangkutan menyampaikan hasil kesepakatan kepada gubernur melalui Dinas Provinsi untuk dapat ditetapkan UMSP.

(2) Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, gubernur tidak dapat menetapkan UMSP.

(3) Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan maka: a. bagi daerah yang belum ada penetapan UMSP tahun sebelumnya, berlaku UMP tahun berjalan; b. bagi daerah yang telah ada penetapan UMSP tahun sebelumnya: 1. berlaku UMSP tahun sebelumnya, jika besarannya lebih tinggi daripada besaran UMP tahun berjalan; atau 2. berlaku UMP tahun berjalan, jika besaran UMSP tahun sebelumnya lebih rendah daripada besaran UMP tahun berjalan.

Pasal 15

(1) Penetapan UMSK diawali dengan pelaksanaan kajian mengenai Sektor Unggulan oleh dewan pengupahan kabupaten/ kota.

(2) Penentuan suatu sektor termasuk dalam Sektor Unggulan, dilaksanakan melalui kajian mengenai variabel: a. kategori usaha sesuai KBLI 5 (lima) digit; b. Perusahaan dengan skala usaha besar; c. pertumbuhan nilai tambah; dan d. produktivitas tenaga kerja.

(3) Ketentuan mengenai Perusahaan dengan Skala usaha besar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah.

(4) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dewan pengupahan kabupaten/kota menetapkan ada atau tidak ada Sektor Unggulan.

(5) Dalam hal terdapat Sektor Unggulan, dewan pengupahan kabupaten/kota menyampaikan hasil kajian kepada Asosiasi Pengusaha pada Sektor dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Sektor yang bersangkutan untuk merundingkan: a. Perusahaan yang masuk dalam kategori Sektor Unggulan yang bersangkutan; dan b. nominal UMSK. (6) Dalam hal tidak ada Sektor Unggulan, gubernur tidak dapat menetapkan UMSK.

Pasal 16

(1) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) mencapai kesepakatan, Asosiasi Pengusaha pada Sektor dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Sektor yang bersangkutan menyampaikan hasil kesepakatan kepada bupati/walikota untuk direkomendasikan kepada gubernur melalui Dinas Provinsi untuk dapat ditetapkan UMSK.

(2) Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, gubernur tidak dapat menetapkan UMSK,

(3) Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan maka:

      a. bagi daerah yang belum ada penetapan UMSK tahun sebelumnya, berlaku UMK tahun berjalan; b. bagi daerah yang telah ada penetapan UMSK tahun sebelumnya:

    1. berlaku UMSK tahun sebelumnya, jika besarannya lebih tinggi daripada besaran UMK tahun berjalan; atau 2. berlaku UMK tahun berjalan, jika besaran UMSK tahun sebelumnya lebih rendah daripada besaran UMK tahun berjalan

Mewakili pemerintah, Staf Ahli Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian, Elen Setiadi berpendapat, prinsipnya pemerintah hanya dapat bersepakat dengan dua jenis upah minimum sebagao safety net yakni upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Sedangkan, pemerintah tak bersepakat dengan adanya ketentuan upah minimum padat karya.

Terhadap dua jenis upah itu, pemerintah mengajukan persyaratan. Antara lain bolehnya memberikan UMK sepanjang mempertimbangkan pertumbuhan daerah dan tingkat inflasi.  Meski pemerintah tidak sepakat dengan adanya ketentuan lain di luar dua ketentuan upah minimum yang disepakati, kata Elen, perusahaan yang telah memberikan upah di atas dua ketentuan upah minimum itu tidak boleh mengurangi upah yang mereka berikan kepada pekerjanya.

Wakil Ketua Baleg Willy Aditya buru-buru menyambar pengeras suara. Dia meminta komitmen pemerintah dengan segera membuat rumusan norma konsep upah minimum yang diinginkan pemerintah dalam draf RUU Cipta Kerja agar para anggota Baleg dapat secara memahaminya. “Biar jaminan itu jelas bagi kita semua,” katanya.

Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu menegaskan rumusan norma dua upah minimum tersebut harus dituangkan dalam draf RUU Cipta Kerja. Selain pemerintah rumusan norma bakal dirumuskan oleh tim ahli perumus RUU Cipta Kerja di Baleg DPR. Dia menilai, dampak dari keputusan tersebut, provinsi memiliki kebijakan pengupahan seragam menyesuaikan dengan ketentuan UMP dan UMK.

Bagi anggota Komisi I DPR itu, selama ini, adanya ketentuan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang nilainya 5 persen di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) menyebabkan provinsi telah menetapkan UMSP, tidak memberlakukan UMP yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Tags:

Berita Terkait