RUU Cipta Kerja Tak Mengenal Jenis Upah Minimum Sektoral
Utama

RUU Cipta Kerja Tak Mengenal Jenis Upah Minimum Sektoral

Pemerintan akhirnya hanya menyepakati upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Pemerintah tak bersepakat dengan ketentuan upah minimum padat karya.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Badan Legislasi (Baleg) dan pemerintah terus mengebut pembahasan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Meski hari libur, RUU Cipta Kerja pun terus dibahas bersama pada Sabtu (26/9) dan Minggu (27/9) kemarin. Salah satu poin penting dari pembahasan klaster ketenagakerjaan, tentang meniadakan rumusan norma pengaturan upah minimum sektoral dalam peraturan perundang-undangan (UU Ketenagakerjaan),

Ketua Baleg Supratman Andi Agtas mengatakan bila skema pengaturan upah minimum sektoral sudah terlanjur diberikan perusahaan, maka skema yang diberikan itu tidak boleh dicabut, agar pekerja tidak mengalami degradasi pendapatan yang biasa diterima setiap bulannya.

“Terkait upah sektoral ini yang paling penting, apa yang diterima hari ini oleh pekerja tidak boleh berkurang kalau kemudian RUU Cipta Kerja ini disahkan (menjadi UU, red),” ujarnya dalam Rapat Panja RUU Cipta Kerja dengan pemerintah dan DPD, Minggu (27/9/2020).  (Baca Juga: Ini Tujuh Dampak Negatif RUU Cipta Kerja terhadap Publik)

Andi melanjutkan ada kesepakatan pemerintah dan DPR tak akan menghapus ketentuan upah minimum baik upah minimum provinsi maupun minimum kabupaten/kota dalam UU Ketenagakerjaan dengan RUU Cipta Kerja. Keputusan itu yang paling penting karena pekerja maupun pengusaha harus mendapat kepastian hukum tentang adanya kenaikan upah yang diterima pekerja setiap tahunnya. “Kepastian akan kenaikan upah itu yang paling penting dalam norma ini,” ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR ini menegaskan dengan adanya keputusan tidak menghapus ketentuan upah minimum provinsi dan kabupaten/kota, maka diharapkan upah pekerja saat ini tidak dikurangi sama sekali. “Prinsipnya, pemerintah setuju untuk menjamin tidak ada degradasi terhadap penghasilan yang existing sekarang,” ujar politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu.

Bili menelisik Pasal 93 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, mengenal beragam jenis upah. Seperti upah minimum provinsi/kabupaten/kota dan sektoral; upah lembur; upah tidak masuk kerja karena berhalangan; upah menjalankan hak waktu istirahat kerjanya (upah cuti), dan lain-lain. Melalui beberapa jenis upah itu, pemerintah berupaya menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh guna memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.  

Sementara pengaturan upah menimum sektoral provinsi (UMSP) selama ini diatur secara detil melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum. Aturan UMS diatur dalam Pasal 13 dan 14. Sementara upah minimum sektor kabupaten/kota (UMSK) diatur dalam Pasal 15 dan 16.

Pasal 13

(1) Penetapan UMSP diawali dengan pelaksanaan kajian mengenai Sektor Unggulan oleh dewan pengupahan provinsi.

(2) Penentuan suatu sektor termasuk dalam Sektor Unggulan, dilaksanakan melalui kajian mengenai variabel: a. kategori usaha, sesuai KBLI 5 (lima) digit; b. Perusahaan dengan skala usaha besar; c. pertumbuhan nilai tambah; dan d. produktivitas tenaga kerja.

(3) Ketentuan mengenai Perusahaan dengan skala usaha besar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah.

(4) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dewan pengupahan provinsi menetapkan ada atau tidak ada Sektor Unggulan.

(5) Dalam hal terdapat Sektor Unggulan, dewan pengupahan provinsi menyampaikan basil kajian kepada Asosiasi Pengusaha pada Sektor dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Sektor yang bersangkutan untuk merundingkan: a. Perusahaan yang masuk dalam kategori Sektor Unggulan yang bersangkutan; dan b. nominal UMSP.

(6) Dalam hal tidak ada Sektor Unggulan, gubernur tidak dapat menetapkan UMSP

Pasal 14

(1) Apabila perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (4) mencapai kesepakatan, Asosiasi Pengusaha pada Sektor dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Sektor yang bersangkutan menyampaikan hasil kesepakatan kepada gubernur melalui Dinas Provinsi untuk dapat ditetapkan UMSP.

(2) Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, gubernur tidak dapat menetapkan UMSP.

(3) Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan maka: a. bagi daerah yang belum ada penetapan UMSP tahun sebelumnya, berlaku UMP tahun berjalan; b. bagi daerah yang telah ada penetapan UMSP tahun sebelumnya: 1. berlaku UMSP tahun sebelumnya, jika besarannya lebih tinggi daripada besaran UMP tahun berjalan; atau 2. berlaku UMP tahun berjalan, jika besaran UMSP tahun sebelumnya lebih rendah daripada besaran UMP tahun berjalan.

Pasal 15

(1) Penetapan UMSK diawali dengan pelaksanaan kajian mengenai Sektor Unggulan oleh dewan pengupahan kabupaten/ kota.

(2) Penentuan suatu sektor termasuk dalam Sektor Unggulan, dilaksanakan melalui kajian mengenai variabel: a. kategori usaha sesuai KBLI 5 (lima) digit; b. Perusahaan dengan skala usaha besar; c. pertumbuhan nilai tambah; dan d. produktivitas tenaga kerja.

(3) Ketentuan mengenai Perusahaan dengan Skala usaha besar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang usaha mikro, kecil, dan menengah.

(4) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dewan pengupahan kabupaten/kota menetapkan ada atau tidak ada Sektor Unggulan.

(5) Dalam hal terdapat Sektor Unggulan, dewan pengupahan kabupaten/kota menyampaikan hasil kajian kepada Asosiasi Pengusaha pada Sektor dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Sektor yang bersangkutan untuk merundingkan: a. Perusahaan yang masuk dalam kategori Sektor Unggulan yang bersangkutan; dan b. nominal UMSK. (6) Dalam hal tidak ada Sektor Unggulan, gubernur tidak dapat menetapkan UMSK.

Pasal 16

(1) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) mencapai kesepakatan, Asosiasi Pengusaha pada Sektor dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh pada Sektor yang bersangkutan menyampaikan hasil kesepakatan kepada bupati/walikota untuk direkomendasikan kepada gubernur melalui Dinas Provinsi untuk dapat ditetapkan UMSK.

(2) Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan, gubernur tidak dapat menetapkan UMSK,

(3) Dalam hal perundingan tidak mencapai kesepakatan maka:

      a. bagi daerah yang belum ada penetapan UMSK tahun sebelumnya, berlaku UMK tahun berjalan; b. bagi daerah yang telah ada penetapan UMSK tahun sebelumnya:

    1. berlaku UMSK tahun sebelumnya, jika besarannya lebih tinggi daripada besaran UMK tahun berjalan; atau 2. berlaku UMK tahun berjalan, jika besaran UMSK tahun sebelumnya lebih rendah daripada besaran UMK tahun berjalan

Mewakili pemerintah, Staf Ahli Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian, Elen Setiadi berpendapat, prinsipnya pemerintah hanya dapat bersepakat dengan dua jenis upah minimum sebagao safety net yakni upah minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Sedangkan, pemerintah tak bersepakat dengan adanya ketentuan upah minimum padat karya.

Terhadap dua jenis upah itu, pemerintah mengajukan persyaratan. Antara lain bolehnya memberikan UMK sepanjang mempertimbangkan pertumbuhan daerah dan tingkat inflasi.  Meski pemerintah tidak sepakat dengan adanya ketentuan lain di luar dua ketentuan upah minimum yang disepakati, kata Elen, perusahaan yang telah memberikan upah di atas dua ketentuan upah minimum itu tidak boleh mengurangi upah yang mereka berikan kepada pekerjanya.

Wakil Ketua Baleg Willy Aditya buru-buru menyambar pengeras suara. Dia meminta komitmen pemerintah dengan segera membuat rumusan norma konsep upah minimum yang diinginkan pemerintah dalam draf RUU Cipta Kerja agar para anggota Baleg dapat secara memahaminya. “Biar jaminan itu jelas bagi kita semua,” katanya.

Politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) itu menegaskan rumusan norma dua upah minimum tersebut harus dituangkan dalam draf RUU Cipta Kerja. Selain pemerintah rumusan norma bakal dirumuskan oleh tim ahli perumus RUU Cipta Kerja di Baleg DPR. Dia menilai, dampak dari keputusan tersebut, provinsi memiliki kebijakan pengupahan seragam menyesuaikan dengan ketentuan UMP dan UMK.

Bagi anggota Komisi I DPR itu, selama ini, adanya ketentuan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) yang nilainya 5 persen di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) menyebabkan provinsi telah menetapkan UMSP, tidak memberlakukan UMP yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Tags:

Berita Terkait