RUU Kesehatan Perlu Atur Sistem Informasi Kesehatan
Terbaru

RUU Kesehatan Perlu Atur Sistem Informasi Kesehatan

Yakni integrasi dan keamanan data.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Kiri ke Kanan: Dosen FH Universitas Trisakti Muhammad Imam Nasef, Ketua Tim Kerja Kekarantinaan Kesehatan Tunggul Birowo, Dosen FH Universitas Muhamamdiyah Jakarta Muhammad Lutfie Hakim. Foto: Ady
Kiri ke Kanan: Dosen FH Universitas Trisakti Muhammad Imam Nasef, Ketua Tim Kerja Kekarantinaan Kesehatan Tunggul Birowo, Dosen FH Universitas Muhamamdiyah Jakarta Muhammad Lutfie Hakim. Foto: Ady

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan mengatur banyak hal, dikarenakan ada 13 UU yang terdapak untuk dilakukan revisi. Seperti UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dan UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. DPR pun sudah mulai pasang kuda-kuda untuk melakukan pembahasan bersama pemerintah. Sementara pemerintah sedang menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM).

Dosen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Trisakti Muhammad Imam Nasef, mengatakan RUU Kesehatan perlu mengatur tentang sistem informasi kesehatan. Pasal 28f UUD Tahun 1945 mengamanatkan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Tapi hak atas informasi ini sifatnya bisa dibatasi.

Pengaturan terhadap informasi bersinggungan dengan data pribadi sebagaimana diatur dalam UU No.27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Akses terhadap informasi tidak boleh dihalang-halangi karena beleid itu memuat sanksi pidana. Penyedia informasi harus aktif misalnya menyediakan beberapa jenis informasi tertentu yang harus tersedia.

Menurut Nasef sistem informasi kesehatan bersifat publik dan privat. Informasi yang bersifat privat tidak boleh diberikan kepada orang lain kecuali ada izin dari pemilik data. Untuk informasi yang bersifat publik bisa bebas diakses kecuali dilarang untuk melindungi kepentingan bersama. “Prinsip informasi publik itu terbuka dan informasi privat bersifat tertutup,” katanya dalam kegiatan partisipasi publik RUU Kesehatan, Senin (20/03/2023).

Baca juga:

Pria yang juga berporfesi sebagai advokat itu mencatat, RUU Kesehatan perlu mencermati sedikitnya 2 persoalan utama. Pertama, integrasi data. Dia memberi contoh aplikasi kesehatan jumlahnya banyak, tapi antar aplikasi itu tidak terintegrasi. Akibatnya, setiap instansi punya data yang berbeda-beda. Misalnya dalam penanganan pandemi Covid-19 ada perbedaan jumlah pasien antara pemerintah pusat dan daerah.

Peraturan Presiden (Perpres) No.39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia memandatkan sinkronisasi data. Nasef mencatat data yang ada sekarang berbasis digital dan harus bisa dibagi-pakai yang arahnya mendorong integrasi sistem informasi. Boleh jadi, ke depan hanya ada satu sumber data yang menjadi rujukan sehingga meminimkan perbedaan data serta bermanfaat untuk pengambilan kebijakan atau keputusan. Kedua, tentang keamanan data. Nasef mengatakan kebocoran data masih menjadi persoalan di Indonesia. Berbagai kasus menunjukan sistem informasi rawan mengalami kebocoran data.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait