RUU KUHAP Harus Tuntaskan Kebiasaan Bolak-Balik Berkas Perkara
Utama

RUU KUHAP Harus Tuntaskan Kebiasaan Bolak-Balik Berkas Perkara

Sejak KUHAP diterbitkan pada 1981 sampai 2005, lebih dari 110 ribu berkas perkara yang dibolak-balik antara polisi dan jaksa.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit

 

Anggota Tim Perancang RUU KUHAP, Luhut MP Pangaribuan mengaku bolak-balik perkara terjadi karena persoalan sistem yang tidak tepat. “KUHAP gagal menjalankan misinya untuk menciptakan penegak hukum yang lebih baik,” sebut Luhut.

 

Lebih lanjut Luhut mengatakan, ‘kompetisi’ antar sesama penegak hukum memang sudah berlangsung sejak lama. Dalam konteks berkas perkara, polisi dan jaksa pun saling menyalahkan satu sama lain. Jaksa menilai berkas perkara yang dikirim oleh polisi kurang lengkap. Sedangkan polisi menilai kadang-kadang permintaan jaksa tidak rasional.

 

“Ini bukan soal moral penegak hukum. Tapi, karena sistemnya yang kurang tepat. Jangan cari siapa yang benar dan salah. Ini perlu kita perbaiki bersama,” jelas advokat senior ini.

 

Hakim Komisaris

Problem ini dinilai bisa diselesaikan bila wacana hakim komisaris diterapkan. Kewenangan hakim komisaris yang mengawasi proses penyidikan sampai pelaksanaan putusan dianggap solusi tepat untuk menyelesaikan polemik tersebut. Sebenarnya, dalam KUHAP sekarang, ada posisi yang mirip dengan hakim komisaris, yakni hakim wasmat (pengawas dan pengamat).

 

Bedanya, jelas Luhut, hakim wasmat bekerja setelah putusan. “Dia hanya bekerja ke depan. Tidak bisa bekerja pada tahap pra judikasi,” tuturnya. Sedangkan, hakim komisaris punya kewenangan untuk itu.

 

Namun, wacana soal penerapan hakim komisaris pun masih terus diperdebatkan. Pasalnya, dengan kewenangan yang sangat besar, hakim komisaris dinilai berpotensi melakukan abuse of power. “Silahkan saja kalau mau diterapkan, tapi orang yang mengisi jabatan itu harus benar-benar yang bermoral baik, tanpa cacat. Itu kan tak mungkin,” tutur purnawirawan polisi Farouk Muhammad.

 

Tags: