RUU Minerba Mesti Detail Mengatur Pengelolaan dan Penjualan SDA
Berita

RUU Minerba Mesti Detail Mengatur Pengelolaan dan Penjualan SDA

Ada usulan pembentukan BUMN Khusus untuk mengelola dan penggunaan Bank BUMN dalam transaksi penjualan.

Oleh:
KAR
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Pertambangan. Foto: ADY
Ilustrasi Pertambangan. Foto: ADY
Revisi UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) perlu mengatur kewajiban transaksi di dalam negeri. Anggota Komisi VII DPR Harry Punomo menyayangkan, saat ini kebanyakan pelaku usaha di sektor minerba justru melakukan transaksinya di luar negeri. Artinya, meski memiliki kekuasaan untuk menguasai Sumber Daya Alam (SDA) milik negara, namun pemerintah tidak pernah menguasai sepenuhnya, termasuk sistem yang digunakan untuk mengatur hasil jual SDA.

"UU Minerba yang baru harus mengatur kewajiban menggunakan bank BUMN kita," katanya dalam diskusi Korp Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Senin (14/9).

Harry yakin, aturan itu diperlukan agar negara bisa menikmati devisa dari hasil usaha tambang secara optimal. Dengan adanya ketentuan itu, maka penjualan hasil mineral dan tambang akan menyumbang pendapatan negara. Sementara, selama ini penerimaan yang didapat negara tidaklah optimal.

"Paling tidak aliran uang itu devisanya kita nikmati. Bahkan kalau perlu bukan hanya minerba. Jadi kita mengunci pengelolaan tambang untuk semaksimal mungkin untuk kemakmuran kita" kata Harry.

Sementara itu, Perhimpunan Ahli Pertambangan (Perhapi) menilai ada beberapa hal lain yang juga perlu ditambahkan dalam ketentuan RUU Minerba. Ketua Pelaksana RUU Minerba Perhapi, Evi Armila, mengatakan pihaknya memiliki usulan untuk DPR RI. Ia menegaskan, usulan tersebut dimaksudkan untuk melengkapi UU Minerba yang menurutnya sudah ada tidak sesuai dengan perkembangan Minerba saat ini.

Evi menyebut, ketentuan yang harus termuat dalam RUU Minerba, pertama, aturan yang jelas untuk mengatur perizinan antara pihak Pemerintah dan pelaku usaha. Kedua, kesetaraan usaha pertambangan. Dengan adanya klausula mengenai dua hal itu, ia optimis para pelaku usaha tambang bisa melakukan kerja sama dengan Badan Usaha Khusus.

Ketiga, Evi menekankan bahwa pengelolaan dan pemurnian barang tambang yang harus tetap dipertahankan. Hanya saja, ia memberi catatan agar aturan ini, bisa diperbaiki isinya dengan diberi standar tertentu.

“Selanjutnya, terkait pengelolaan jenis tambang. Hal ini sangat relevan untuk diatur, karena bisa disinkronkan dengan pembangunan jangka panjang nasional. Sehingga semua bahan tambang yang berkaitan dengan ketahanan negara harus disediakan dari dalam negeri. Ini akan menimbulkan kemakmuran," ujar Evi.

Mengenai pengelolaan, Evi menuturkan bahwa organisasinya sepakat untuk mengusulkan dibentuknya Badan Usaha Milik Negara baru yang khusus menangani pertambangan dan mineral. Evi mengeluhkan, banyak tafsiran mengenai terbatasnya penguasaan negara karena kontrak atau perizinan. Ia mengungkapkan bahwa BUMN khusus itu bisa menjadi jawaban.

"Kami dari Perhapi sudah adakan pengkajian atas tafsiran konsep penguasaan negara. Jadi tafsirannya banyak, bisa kontrak dan bisa izin. Jadi intinya tidak ada tafsiran tunggal atas konsep penguasaan negara. Namun kalau dilihat sejarah, dengan rezim kontrak  negara jadi terseret-seret terus. Lalu kita ganti ke rezim izin dengan harapan tidak akan terseret lagi. Tapi nyatanya masih bisa diseret," ungkap Evi.

Lebih lanjut,ia mencontohkan gugatan Churchill Mining terhadap Pemerintah Indonesia yang sampai dibawa ke arbitrase internasional. Melihat hal itu, ia mengatakan sudah seharusnya ada pemisah antara negara dengan pengelola sektor pertambangan dan mineral. Jadi, negara seharusnya sebagai regulator saja. Sehingga tidak akan terseret-seret berbagai risiko.

"Sehingga kita pikirkan usulan lebih baik seperti dengan adanya BUMN Khusus," ungkapnya.

Sementara itu, dirinya belum bisa memastikan bentuk BUMN khusus tersebut. Ia mengatakan akan mengkaji lebih mendalam lagi mengenai hal itu.  Evi memastikan bentuk rinci pengelola sektor minerba sudah akan final saat usulan dibawa ke dalam sidang DPR.
Tags:

Berita Terkait