RUU Narkotika Tekankan Rehabilitasi untuk Kurangi Over Kapasitas Lapas
Terbaru

RUU Narkotika Tekankan Rehabilitasi untuk Kurangi Over Kapasitas Lapas

Pemerintah harus melakukan kajian mendalam soal dampak pendekatan keadilan restoratif melalui upaya rehabilitasi untuk mengurangi kapasitas narapidana di Lapas dan Rutan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

Dia menilai UU 35/2009 pada beberapa pasal tentang rehabilitasi sangat baik tanpa memberi persyaratan apapun. Namun, dalam pasal-pasal lain malah terdapat persyaratan ketat yang ujungnya tidak mudah memberikan rehabilitasi bagi pengguna narkoba. “Pasal-pasal itu memberikan ruang kepada penyidik, kepada pengadilan, jika dibaca dengan teliti untuk ‘bermain’,” sindirnya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu berpendapat upaya rehabilitasi seharusnya diberikan gratis bagi korban penyalahgunaan narkoba. Tapi fakta di lapangan, tidak mudah mendapatkan rehabilitasi. Berbeda halnya dengan orang yang memiliki status sosial tertentu. “Banyak sekali pengguna yang seharusnya direhabilitasi, tetapi tidak dilakukan (tapi dipenjara, red),” katanya.

Enam poin

Menanggapi Anggota Komisi III DPR, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward O.S Hiariej berpendapat dalam perubahan UU 35/2009 setidaknya terdapat enam poin penting. Pertama, zat psikoaktif baru. Kedua, rehabilitasi. Ketiga, tim asesmen terpadu. Keempat, kewenangan penyidik. Kelima, syarat tata cara pengujian dan pengambilan sampel. Keenam, penetapan status barang sitaan dan penyempurnaan ketentuan pidana.

Pria biasa disama Edy itu memaparkan latar belakang dilakukan revisi UU 35/2009. Antara lain dalam upaya meningkatkan pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, peredaran gelar narkotika (P4GN), dan prekursor narkotika. Masalahnya, tingkat P4GN dan prekursor narkotika masih terbilang tinggi. Ironisnya masih belum dapat tertangani dengan maksimal, cepat, dan tepat.

Soal mengedepankan pendekatan keadilan restoratif, pemerintah memandang penting mengupayakan tindakan rehabilitasi ketimbang pemidanaan terhadap penyalahguna, pecandu, dan prekursor narkotika. Dia mengakui belum adanya pengaturan terhadap zat psikoatif baru marak beredar di masyarakat menimbulkan kecanduan yang sama bahayanya dengan narkotika.

Lebih lanjut, berdasarkan pembahasan awal RUU Narkotika, terdapat 360 daftar inventarisasi masalah (DIM) yang disodorkan Komisi III ke pemerintah. Rinciannya terdiri dari 66 DIM bersifat tetap; 13 DIM bersifat redaksional; 10 DIM meminta penjelasan; 178 DIM bersifat substansi; dan 93 DIM bersifat substansi baru.

Tags:

Berita Terkait