RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Siap Diajukan ke DPR
Berita

RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal Siap Diajukan ke DPR

RUU ini memberikan pengecualian terhadap situasi-situasi tertentu.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit
Acara Media Gathering bersama awak media di Depok, Kamis (12/9). Foto: FNH
Acara Media Gathering bersama awak media di Depok, Kamis (12/9). Foto: FNH

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengusulkan adanya pembatasan transaksi uang kartal atau disebut transaksi uang tunai maksimal Rp100 juta. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menekan praktik pencucian uang dan tindak pidana korupsi serta terorisme di Indonesia.

 

Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menyampaikan bahwa kejahatan korupsi, narkoba, pencucian uang dan tindak pidana terorisme kerap menggunakan mekanisme transaksi tunai. Maka guna pembatasan transaksi uang kartal itu diusulkan pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU). Saat ini, PPATK bersama beberapa kementerian terkait sudah menyiapkan draf RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

 

“Yang akan diajukan itu dalam bentuk RUU, karena situasi politik dan masa pemilu Presiden maka RUU belum dimasukkan ke DPR. Draft interdeep sudah selesai dan dinamai dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Jadi transaksi tunai itu nantinya hanya diperkenankan maksimal Rp100 juta,” kata Kiagus Ahmad Badaruddin dalam acara Media Gathering bersama awak media di Depok, Kamis (12/9).

 

Kiagus berpendapat, jika memang pemerintah bersama DPR mengusung semangat untuk mencegah pratik suap menyuap dan mengurangi jumlah Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan oleh lembaga penegak hukum, maka seharusnya RUU ini bisa disahkan. RUU ini harus didukung oleh semua pihak.

 

Sementara itu, Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae menegaskan bahwa ada tiga tujuan dari usulan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Pertama, untuk mencegah money loundring, dan praktik suap. kedua, efisiensi ekonomi dan ketiga adalah untuk mencegah beredarnya uang palsu di tengah-tengah masyarakat.

 

Bayangin kalau orang melakukan transaksi di luar sistem uang dibawa sebagainya dengan risiko segala macam itu sangat tidak efisien dari sisi ekonomi, sementara untuk mencegah uang palsu itu sangat efisien. Uangnya ditransfer saja antar lembaga. Jadi kita tahu yang beredar di masyarakat hanya terbatas dan tindakan bisa lebih cepat lebih tepat,” tambahnya.

 

Dengan begitu, maka koordinasi antara PPATK dengan pihak bank akan berjalan lebih cepat dan efisien. Apalagi saat ini OJK dan BI sudah mengkampanyekan penggunaan uang elektronik atau less cash society walaupun masih berbentuk imbauan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait