Anggota Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Muhammad Joni, menyambut baik isi RUU Penyiaran tersebut. Menurutnya iklan dan promosi produk rokok di media penyiaran harus dilarang seluruhnya, termasuk dalam bentuk sponsorship. "Kami mendukung Komisi I DPR karena memasukkan ketentuan itu dalam RUU Penyiaran. Ini harus dikawal jangan sampai pasal itu hilang di tengah jalan," katanya dalam diskusi di Jakarta, Kamis (12/1). (Baca juga: Langkah Hukum Jika Terjadi Pelanggaran Iklan Rokok).
Joni melihat pembatasan iklan rokok yang selama ini diatur melalui UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan pengendaliannya lewat PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan tidak terlalu efektif. Faktanya, kaum remaja dan anak --sasaran utama industri rokok-- sangat mudah mengakses iklan dan promosi rokok.
Padahal mengacu UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, tembakau mengandung zat adiktif. Ini juga ditegaskan Mahkamah Konstitusi lewat putusannya tahun 2012 yang menyebut tembakau masuk golongan zat adiktif. "Ini merupakan landasan hukum yang kuat bahwa iklan produk tembakau (rokok) seharusnya dilarang di media apapun" ujarnya.
Joni mengingatkan, pemerintah pernah menerbitkan aturan yang melarang iklan rokok yakni di masa pemerintahan Presiden Habibie melalui PP No. 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Sayangnya regulasi itu hanya berumur setahun.
Ketua YLKI, Tulus Abadi, mengaku senang ada ketentuan yang melarang iklan rokok di RUU Penyiaran. Saat ini hanya Indonesia yang belum melarang iklan rokok. Negara lain seperti Amerika Serikat sudah melarang iklan rokok sejak 1973 dan sejumlah negara Eropa sejak tahun 1960. (Baca juga: Bagaimana Bentuk Perlindungan untuk Konsumen Rokok).
Tulus mengatakan iklan rokok itu bertentangan dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen karena rokok merupakan produk yang tidak aman untuk dikonsumsi, tapi iklannya beredar luas. Mengingat rokok tergolong adiktif dan berbahaya bagi kesehatan, maka sangat tidak pantas diiklankan.
"Iklan rokok itu tidak jujur karena tidak mencantumkan zat-zat berbahaya yang terkandung didalamnya. Padahal itu harus disampaikan karena produknya dikonsumsi masyarakat," tukasnya
Menurut Tulus industri rokok tidak akan diam melihat ketentuan yang melarang iklan rokok sebagaimana tercantum dalam RUU Penyiaran itu. Ia yakin industri akan melakukan lobi ke pemerintah dan DPR untuk menghapus, menunda pelaksanaannya atau memandulkan pasal tersebut.