Saksi Antar Dus ‘Ikan Asin’ Berisi Uang ke Rumah Akil
Utama

Saksi Antar Dus ‘Ikan Asin’ Berisi Uang ke Rumah Akil

Dus ‘ikan asin’ berisi uang dibawa dari kantor BPD Kalimantan Barat.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Miko Fanji Tirtayasa saat bersaksi untuk terdakwa korupsi Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: NOV
Miko Fanji Tirtayasa saat bersaksi untuk terdakwa korupsi Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: NOV
Mantan asisten sekaligus supir Muhtar Ependy, Miko Fanji Tirtayasa mengaku pernah mengantar dua dus berisi uang ke rumah M Akil Mochtar. Uang tersebut dibawa Miko dari kantor Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Barat cabang Jakarta ke rumah dinas Akil selaku Ketua MK di Jl Widya Chandra III No.7, Jakarta Selatan.

Hal itu terungkap dari kesaksian Miko dalam sidang perkara korupsi Akil di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/4). Miko mengatakan awalnya tidak mengetahui dus yang dibawanya berisi uang. Ia juga tidak mengetahui jika dus akan diantarkan ke rumah Akil. Miko hanya diminta Muhtar mengantar ke Kompleks Kementerian, Jl Widya Chandra.

Sesampainya di sana, Miko baru mengetahui rumah yang dituju adalah rumah Akil. Kemudian, Muhtar turun dari mobil membawa shopping bag, sedangkan dus ditinggal di dalam mobil. Miko diberi tahu Muhtar bahwa dus yang dibawanya berisi paket ikan asin. Namun, Miko yang sedikit usil membuka lakban dan mengintip isi dus.

Setelah melihat isi dus, ternyata, isi dus itu bukan ikan asin, melainkan uang pecahan Rp100 ribu. Miko menyatakan dirinya membuka lakban dus karena merasa penasaran. “Soalnya, ikan asin kan biasanya bau asin. Biasanya juga ikan asin nggak ngambil dari bank. Setelah saya buka lakbannya, saya lihat isinya uang,” katanya.

Meski mengetahui isi dus berupa uang, Miko tidak mengetahui dari mana sumber uang tersebut. Miko hanya diminta Muhtar membawa dus dari BPD Kalimantan Barat ke rumah Akil. Sekitar setengah jam Muhtar turun dari mobil dan masuk ke rumah Akil, Miko diminta menurunkan dus. Miko menurunkan dus bersama supir Akil, Daryono.

Miko tidak mengetahui mengapa Muhtar mengantarkan dus berisi uang ke rumah Akil. Miko hanya mengetahui Muhtar beberapa kali memerintahkannya untuk merekam sidang sengketa Pilkada di MK. Usai mengantarkan dus ke rumah Akil, Miko diminta Muhtar mengantar ke Kartika Candra. Miko tidak tahu siapa yang ditemui Muhtar.

Selain mengantar dus, Miko pernah diminta mengantar Muhtar bertemu Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri. Pertemuan pertama di rumah makan Soto Senayan, dan kedua di Pisang Ijo di sekitar Mall of Indonesia (MoI). “Dalam pertemuan kedua, saya mendengar Pak Budi meminta tolong kepada om saya (Muhtar),” ujar Miko.

Miko mengungkapkan, Budi dan Muhtar bercakap-cakap mengenai masalah penghitungan surat suara Pilkada Empat Lawang. Budi merasa dizalimi, sehingga meminta bantuan Muhtar. Tidak begitu jelas bantuan apa yang diminta Budi. Namun, setelah itu, Muhtar meminta diantar ke kantor BPD Kalimantan Barat di wilayah Mangga Dua.

Saat berbincang dengan Muhtar, Miko diberi tahu Muhtar bahwa Budi hendak memberikan uang Rp10 miliar. Muhtar akan diberi tambahan lagi jika Budi menang. Walau tidak tahu konteks pemberian uang, Miko mengetahui Budi tengah mengajukan permohonan sengketa Pilkada di MK. Miko pernah diminta Muhtar merekam jalannya sidang di MK.

Sidang sengketa Pilkada Empat Lawang di MK dipimpin Akil selaku Ketua Majelis Panel. Terkait Pilkada Empat Lawang, Miko sempat diberikan dokumen C1 oleh Muhtar untuk di-scan. Miko menjelaskan, perusahaan Muhtar, PT Promix Internasional memang menyediakan jasa konsultasi untuk Pilkada, selain jasa pembuatan atribut Pilkada.

Selanjutnya, terkait Walikota Palembang Romi Herton, Miko yang merupakan keponakan Muhtar tidak banyak mengetahui. Miko hanya mengetahui Romi pernah memesan souvenir pelantikan. Muhtar sempat bercerita kepada Miko bahwa Romi masih memiliki kerabat dengan istrinya. Romi juga pernah berkonsultasi mengenai Pilkada dengan Muhtar.

Cabut BAP
Pada sidang Akil sebelumnya, Muhtar telah diperiksa sebagai saksi. Muhtar mencabut semua keterangannya dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) karena merasa terancam. Sementara, Bupati Empat Lawang Budi Antoni Aljufri dan Walikota Palembang Romi Herton membantah mengenal Muhtar, terlebih lagi memberikan uang.

Padahal, dalam dakwaan Akil, Budi dan Romi disebut memberikan uang masing-masing miliaran rupiah untuk Akil kepada Muhtar. Peristiwa ini bermula ketika Budi dikalahkan pasangan calon Joncik Muhammad dan Ali Halimi dalam Pilkada Empat Lawang tahun 2013. Budi mengajukan permohonan sengketa Pilkada ke MK.

Sekitar Juli 2013, Budi melalui istrinya, Suzanna menyerahkan Rp10 miliar untuk Akil melalui Muhtar. Uang itu dititipkan Muhtar kepada Wakil Pimpinan BPD Kalimantan Barat Cabang Jakarta, Iwan Sutaryadi. Selang beberapa hari, Iwan kembali menerima titipan uang AS$150 ribu dan AS$350 ribu dari Budi melalui Suzanna.

Kemudian, Muhtar menyerahkan uang Rp5 miliar kepada Akil di rumah dinasnya. Atas persetujuan Akil, sisa uang sebesar Rp5 miliar disetorkan ke rekening pribadi Muhtar di BPD Kalimantan Barat. Pada 31 Juli 2013, MK membatalkan penetapan KPU Empat Lawang. MK menetapkan pasangan Budi-Syahril Hanafiah memperoleh suara terbanyak.

Perbuatan serupa juga dilakukan dalam proses sengketa Pilkada Palembang. Romi yang dikalahkan pasangan calon Sarimuda dan Nelly Rasdania, mengajukan sengketa Pilkada di MK. Muhtar meminta Romi menyiapkan dana Rp20 miliar. Romi menyanggupi dan menyerahkan uang melalui istrinya, Masitoh di BPD Kalimantan Barat.

Alhasil, pada 20 Mei 2013, MK membatalkan Keputusan KPU Palembang dan menetapkan Romi mendapat suara terbanyak. Setelah itu, Muhtar menyerahkan Rp7,5 miliar secara tunai kepada Akil, Rp3,866 miliar ditransfer ke rekening giro CV Ratu Samagat, dan  Rp8,5 miliar digunakan Muhtar sebagai modal usaha atas persetujuan Akil.

Sekadar mengingatkan, penuntut umum KPK mendakwa Akil yang secara bersama-sama dengan pengusaha Muhtar Ependy dalam rentang waktu antara 22 Oktober 2010 – 2 Oktober 2013, melakukan serangkaian perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membayarkan, menitipkan dan menukarkan dengan mata uang, harta kekayataan yang diketahui atau patut diduga berasal dari korupsi.
Tags:

Berita Terkait