Saksi Sebut Pejabat Anak Perusahaan BUMN Setara Pejabat BUMN
Sengketa Pilpres 2019:

Saksi Sebut Pejabat Anak Perusahaan BUMN Setara Pejabat BUMN

Namun, ahli KPU berpendapat kebijakan negara menempatkan anak perusahaan BUMN secara hukum terpisah secara struktural dari BUMN induk. Namun, tetap menjadi bagian fungsional pencapaian tujuan ekonomi negara.

Oleh:
M. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Para saksi yang diajukan Tim Kuasa Hukum Paslon 02 Prabowo-Sandi saat diambil sumpah di ruang sidang MK, Rabu (19/6). Foto: RES
Para saksi yang diajukan Tim Kuasa Hukum Paslon 02 Prabowo-Sandi saat diambil sumpah di ruang sidang MK, Rabu (19/6). Foto: RES

Polemik status pejabat anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah BUMN terus berlanjut di sidang sengketa hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Ini sehubungan posisi Wakil Presiden terpilih Ma’ruf Amin yang diketahui masih menjabat Dewan Pengawas Syariah di dua anak perusahaan BUMN yakni Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah sebagaimana dipersoalkan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo-Sandi melalui Tim Kuasa Hukumnya. Dan meminta MK agar Paslon 01 Jokowi-Ma’ruf didiskualifikasi.     

 

Hal ini mengemuka saat sidang ketiga sengketa hasil Pilpres 2019 saat Tim Kuasa Hukum Pemohon Paslon 02 Prabowo menghadirkan saksi yang juga mantan Sekretaris BUMN periode 2005-2010 Said Didu. Saat menjawab pertanyaan Kuasa Hukum Pemohon Teuku Nasrullah saat sidang berlangsung. Said Didu menuturkan dalam beberapa kondisi pejabat anak perusahaan BUMN diperlakukan setara dengan pejabat BUMN itu sendiri.

 

Kondisi dimaksud Said Didu antara lain ketika terjadi proses penegakan hukum di bidang tindak pidana korupsi maupun di bidang kepemiluan. “Dalam penegakan hukum terkait dengan tipikor dan pemilu (pejabat anak perusahaan BUMN) diperlakukan sama (dengan pejabat/pengurus BUMN),” ujar Said dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2019 di ruang sidang MK.

 

Sebelumnya, Said memaparkan pengalamannya ketika menghadapi keterlibatan pejabat anak perusahaan BUMN baik ketika hendak mencalonkan diri sebagai pejabat publik maupun ketika hendak terlibat dalam tim sukses kandidat calon pejabat publik. Said menuturkan ketika suatu waktu, Direktur Semen Padang hendak mengajukan cuti karena hendak mencalonkan diri pada Pemilihan Kepala Daerah di Sumatera Barat. 

 

“Saat itu kebetulan mau melaporkan dia hanya mau cuti. Saya bilang, aturannya harus mundur,” terang Said. Baca Juga: Saling Kritisi Kapasitas Ahli di Sidang Sengketa Pilpres

 

Saat itu yang terjadi Direktur Semen Padang yang dimaksud, kata Said, kemudian mengundurkan diri. Menurut Said, tindakannya tersebut bukan tanpa landasan. Suatu waktu ketika dirinya masih menjabat di BUMN pernah meminta petunjuk dari KPK terkait kewajiban penyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) kepada KPK.

 

Dalam diskusi dengan KPK saat itu, akhirnya disepakati kewajiban menyampaikan LHKPN oleh Pejabat BUMN berlaku untuk sejumlah kategori posisi yang selama ini dipahami sesuai nomenklatur Undang-Undang BUMN sebagai Pengurus BUMN. “Yang pasti pejabat BUMN adalah komisaris, dewan pengawas, direksi BUMN, itu adalah pejabat BUMN,” ujar Said.

Tags:

Berita Terkait