Salah Duga tentang Senjata Tajam

Salah Duga tentang Senjata Tajam

Sudah lebih dari 70 tahun ketentuan tentang senjata dalam UU Darurat No. 12 Tahun 1951 berlaku dan menjerat banyak orang. Interpretasi mengenai senjata berkembang dalam praktik.
Salah Duga tentang Senjata Tajam
Ilustrasi senjata tajam. Foto: pexels.com

Nama Melkias Augustinus Pellaupessy tertera di bagian akhir setelah beberapa nama pejabat lain. Nama Pellaupessy dicantumkan sebagai pejabat Menteri Kehakiman yang mengundangkan Undang-Undang Darurat Republik Indonesia No. 12 Tahun 1951 tentang Mengubah Ordonantie Tijdelike Bijzondere Stratbepalingen (Stbl 1948 No. 17) dan Undang-Undang RI Dahulu Nomor 8 Tahun 1948. Awam mengenalnya sebagai UU Darurat 1951 mengenai senjata api.

Masyarakat awam mungkin tidak terlalu mengenal M.A Pellaupessy. Sebaliknya, masyarakat awam familiar dengan beragam senjata yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari, apalagi dalam kehidupan masyarakat agraris. Senjata, yang tentu saja umumnya tajam, lazim dipakai sesuai kebutuhan. Ketika senjata yang dipakai sehari-hari oleh petani dianggap sebagai senjata tajam yang ditujukan untuk membahayakan orang lain atau melawan petugas, muncul kritik terhadap aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, dianggap terlalu mudah menganggap senjata yang dipakai petani melanggar UU Darurat 1951.

Ada dua kasus terbaru yang dapat dijadikan contoh. Kasus pertama tentang senjata tajam yang dipakai Amaq Sinta alias Murtede untuk membunuh dua orang yang diduga pelaku begal. Warga Dusun Matek Maling Desa Ganti Kecamatan Praya Timur itu sengaja membawa senjata api karena jalur yang akan dia lalui menuju rumah sakit rawan kejahatan. Barang bukti pisau itu antara lain yang digunakan polisi untuk menetapkan Murtede sebagai tersangka sebelum penyidikan kasusnya dihentikan polisi. Pengacara Murtede, Joko Jumadi, menyebutkan membawa pisau bagi warga sekitar lazim karena daerah sekitar rawan. Pisau itu, kata Joko, dipakai untuk jaga diri.

Kasus kedua adalah peristiwa penangkapan puluhan warga Wadas, Jawa Tengah, yang menolak proyek tambang di desa mereka pada Februari 2022 lalu. “Aparat mengamankan masyarakat yang membawa sajam dan parang, kemudian dibawa ke Polsek Bener,” ujar Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Iqbal Alqudusy, kepada pers. Arit, linggis, dan golok dijadikan barang bukti. Sebaliknya, warga dan kuasa hukum mereka membantah senjata tajam dipakai untuk melakukan kejahatan. Senjata itu justru perlengkapan sehari-hari warga sebagai petani.

Masuk ke akun Anda atau berlangganan untuk mengakses Premium Stories
Premium Stories Professional

Segera masuk ke akun Anda atau berlangganan sekarang untuk Dapatkan Akses Tak Terbatas Premium Stories Hukumonline! Referensi Praktis Profesional Hukum

Premium Stories Professional