Kasus gagalnya PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) memberangkatkan jemaah, memunculkan perkara secara pidana maupun perdata. Putusan Mahkamah Agung yang berada pada status Peninjauan Kembali (PK) sedikit memberikan kelegaan bahwa aset yang disita oleh penyidik menjadi bagian dari putusan pidana yang dalam putusan Mahkamah Agung digunakan untuk membayar kerugian jemaah.
“Kalau melihat putusan pidana, di situ kira-kira ada 820 item barang yang disita. Dari jumlah tersebut sekitar 529 nya merupakan aset yang bernilai ekonomis,” ungkap James Purba selaku kurator yang juga berprofesi sebagai advokat, dalam diskusi publik, Minggu (12/2).
Dalam kasus ini, barang yang disita dalam perkara pidananya yang menjadi terdakwa adalah pemilik First Travel, yaitu Andika Surachman dan Anniesa Hasibuan. Total kerugian dari hasil putusan pidana mencapai Rp905 miliar yang mana nilai aset yang disita tidak sebanding dengan kerugian korban.
Baca Juga:
- Imbas Putusan MA, Kejaksaan Diminta Notifikasi Jamaah First Travel
- Masalah Baru dari Putusan MA Kembalikan Aset ke Jamaah, Bagaimana Mekanismenya?
Di dalam KUHAP, Pasal 194 ayat (1) ditentukan mengenai bagaimana status barang yang disita dalam perkara pidana. Terdapat tiga kemungkinan barang sitaan, yaitu dikembalikan kepada yang berhak, dirampas untuk kepentingan negara, dan dimusnahkan atau dirusak hingga tidak dapat digunakan lagi.
“Pada tahun 2018 saat pembahasan atas proposal perdamaian dari First Travel, akhirnya terjadi perdamaian di Pengadilan Niaga yang mana keputusan ini sah dan mengikat dimana First Travel berjanji akan memberangkatkan jemaah dengan kurun waktu tertentu,” lanjut James.
Pada saat masuk ke dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), Pengadilan Niaga berdamai dengan harapan First Travel masih mampu melaksanakan komitmen untuk memberangkatkan jemaah. Namun hingga saat ini First Travel tidak mampu melaksanakannya karena pemilik First Travel telah ditahan.