Sanksi Denda Bayangi Korporasi Non Bank Jika Tak Lapor ULN
Utama

Sanksi Denda Bayangi Korporasi Non Bank Jika Tak Lapor ULN

Mulai dari denda Rp500 ribu hingga Rp10 juta.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Bank Indonesia (BI) baru saja merevisi aturan mengenai Utang Luar Negeri (ULN) korporasi non bank. Hal tersebut terlihat dari diterbitkannya PBI No. 16/21/PBI/2014 tanggal 29 Desember 2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank.

Kepala Departemen Statistik BI Hendy Sulistiowati mengatakan, agar aturan ini berjalan efektif, terdapat sanksi yang membayangi korporasi non bank jika tak melaporkan ULN mereka ke Bank Sentral. Pengenaan sanksi atas laporan kegiatan penerapan prinsip kehati-hatian (KPPK) dan laporan keuangan mulai berlaku sejak pelaporan data triwulan III 2015.

"Jadi korporasi non bank diberi waktu dua triwulan untuk belajar," kata Hendy di Jakarta, Kamis (8/1).

Sanksi yang diatur, lanjut Hendy, misalnya bagi korporasi non bank yang laporan KPPK tidak lengkap atau tak benar dikenakan sanksi denda sebesar Rp500 ribu per laporan. Jika terjadi keterlambatan laporan KPPK yang telah melalui prosedur atestasi dan laporan keuangan juga dikenakan denda Rp500 ribu tiap hari kerja keterlambatan dengan maksimum Rp5 juta.

Sedangkan untuk sanksi bagi korporasi non bank yang tidak menyampaikan laporan KPPK yang telah melalui prosedur atestasi dan laporan keuangan dikenakan denda sebesar Rp10 juta. Kedua sanksi ini juga bisa dikenakan teguran tertulis atau pemberitahuan kepada instansi berwenang.

Selain melaporkan KPPK dan laporan keuangan, dalam aturan ini korporasi non bank juga diwajibkan untuk melaporkan informasi pemenuhan peringkat utang (credit rating). Penerapan sanksi informasi pemenuhan credit rating ini mulai berlaku bagi ULN yang ditandatangani atau diterbitkan tanggal 1 Januari 2016.

"Bagi korporasi non bank yang terlambat atau tidak menyampaikan informasi credit rating ini diberikan sanksi teguran tertulis atau pemberitahuan kepada otoritas atau instansi berwenang," kata Hendy.

Ia mengatakan, aturan ini bertujuan agar korporasi non bank dapat bersikap lebih hati-hati dalam mengelola ULN mereka. BI tidak ingin kejadian tahun 1998 yang membuat Indonesia krisis tidak terulang kembali. "Lihat tahun 1998, korporasi punya utang tapi tidak kita monitor, tiba-tiba berdampak ke nasional. Jangan sampai terulang lagi," katanya.

Dari data BI tercatat, ULN swasta berjumlah AS$161 miliar. Angka tersebut terdiri dari ULN korporasi non bank sebesar AS$129 miliar dan ULN bank sebesar AS$32 miliar. Jumlah korporasi non bank di Indonesia sendiri sekitar 2600 pelapor. Namun, hanya sekitar 200 pelapor yang mencakup 70 persen total ULN korporasi non bank.

Dalam aturan yang direvisi ini mencakup mengenai tata cara penyampaian laporan. Bagi laporan KPPK dan laporan keuangan disampaikan sejak data triwulan I 2015. Untuk laporan KPPK yang telah memenuhi prosedur atestasi disampaikan sejak data triwulan II 2015. Sedangkan laporan informasi pemenuhan peringkat utang berlaku untuk ULN yang ditandatangani atau diterbitkan sejak 1 Januari 2016.

Selama tahun 2015 mekanisme pelaporan bersifat offline dengan menggunakan media email, compact disk (CD), flash disk atau media perekaman data elektronik lainnya. Sedangkan mekanisme pelaporan tahun 2016 akan bersifat online, yakni menggunakan media internet pada website pelaporan di BI.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menambahkan, pelaporan data ini diperlukan dalam rangka penyusunan policy baik bagi BI sendiri maupun pemerintah. BI sendiri berjanji akan melaporkan kegiatan pelaporan dari korporasi non bank ini secara triwulan ke DPR.

"Data ini diperlukan dalam rangka penyusunan policy baik bagi BI sendiri maupun pemerintah," katanya.

Sebagaimana diketahui, PBI ini merupakan revisi dari ketentuan sebelumnya, yakni PBI No. 16/20/PBI/2014 tanggal 28 Oktober 2014. Revisi ini bertujuan untuk menyelaraskan praktik umum kegiatan usaha, mendorong pembangunan infrastruktur serta menyelaraskan dengan ketentuan BI yang lain.
Tags:

Berita Terkait