Santet, Isu Lama yang Terus Mengusik Ranah Hukum
Berita

Santet, Isu Lama yang Terus Mengusik Ranah Hukum

Isu santet kembali mencuat. Sudah lama menjadi perdebatan ketika masuk ke ranah hukum.

Oleh:
CR/Mys
Bacaan 2 Menit

 

Abdul Rahman Saleh langsung mewanti-wanti agar aparat penegak hukum tidak terjebak ke dalam isu santet setelah kasus yang menimpa Hendarman. Pengamaman terhadap jaksa dari kemungkinan teror tetap dilakukan sesuai standar. Kalau orang beragama, tidak akan mungkin mempan disantet, tambahnya.

 

Santet sebagai praktek magis yang berkekuatan mendatangkan mudarat bagi kehidupan orang lain sulit dibuktikan secara empiris. Kalaupun bisa dibuktikan secara empiris, unsur magis dalam perbuatan itu menjadi lenyap. Kriminolog Prof. Tubagus Ronny Nitibaskara pernah menulis bahwa begitu unsur magis lenyap, maka ia menjadi perbuatan biasa yang terikat dengan hukum-hukum fisika.

 

Dalam bukunya Teori, Konsep dan Kasus Sihir Tenung di Indonesia, Prof. Nitibaskara menguraikan bahwa santet dalam kajian antropologi termasuk ilmu hitam. Sebutan tukang santet dapat dipakai sebagai legitimasi seseorang untuk menyingkirkan orang yang tidak disukai karena dianggap mengancam ketenteraman penduduk atau alasan terselubung lainnya. Menurut dia, fakta sosial menunjukkan bahwa santet di desa-desa di Indonesia bukan saja melembaga, tetapi juga sudah mendarah daging.

 

Kriminalisasi terhadap praktek ilmu gaib selama ini diatur pasal 545 KUHP. Pasal ini melarang seseorang berprofesi sebagai tukang ramal atau penafsir mimpi. Tetapi pasal ini sulit diimplementasikan. Fakta membuktikan begitu banyak orang yang mengaku-ngaku, bahwa mengiklan diri di media massa, bisa meramal atau memberikan susuk. Lalu, pasal 546 melarang penjualan dan penawaran benda-benda gaib. Dan, pasal 547 melarang seseorang untuk mempengaruhi jalannya sidang pengadilan dengan menggunakan jimat atau mantra.

 

Perkara santet yang masuk pengadilan bukan murni masalah santet, melainkan lebih banyak pembunuhan yang dilatarbelakangi isu santet. Putusan pengadilan yang menyangkut perkara sejenis nyaris selalu mengabaikan masalah santetnya. Jaksa dan hakim lebih banyak menganggapnya sebagai delik pembunuhan berencana atau penganiayaan yang direncanakan terlebih dahulu. Lihat misalnya putusan Mahkamah Agung No. 2296K/Pid/1989. Delik pembunuhan dan penganiayaanlah yang mencuat, ketimbang isu santet.

Tags: