Santy Kouwagam, Leiden, dan Tiga Kategori Lawyers Indonesia
Profil

Santy Kouwagam, Leiden, dan Tiga Kategori Lawyers Indonesia

Seorang mahasiswa asal Indonesia berhasil mempertahankan disertasi di Universitas Leiden mengenai lawyer dan korporasi dalam kasus pertanahan. Lawyer kategori professionals dan fixers dominan dalam dunia bisnis.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 7 Menit

(Dalam disertasinya, mengenai tipe fixers, Santy menulis begini: “They are ‘fixers’ or ‘problem-solvers’, using the law as a means to an end or even break it to achieve their goals. Fixers operate in the grey areas of law, in business and politics, presenting themselves as experts in manipulating the justice system in order to ‘get thins done’”.)

6. Bagaimana Anda melihat peran organisasi advokat dalam menjaga kemuliaan advokat dalam menjalankan profesinya saat ini?

Mereka perlu bersatu. Kalaupun tidak dalam “single bar”, setidaknya harus ada satu disciplinary body. Kalau advokat kompak, justru akan menguntungkan posisi mereka di dalam bernegara. Peran paling krusial (dan mungkin paling berat) untuk advokat dalam sistem negara hukum ialah ketika ia harus berhadapan dengan negara untuk membela masyarakat. Peran para rekan sangat penting agar advokat tersebut bisa berpraktik dengan rasa aman. Dulu, pengacara sering dipenjara karena menolak untuk berkompromi dengan idealismenya, misalnya Yap Thiam Hien yang harus berhadapan dengan pemerintahan yang otoriter. Sekarang, banyak pengacara yang dipenjara karena korupsi. Yang harus kita ingat, ada kebutuhan untuk korupsi yang juga mungkin tekanan dari klien, atau tekanan dari rekan-rekan, misalnya cara pikir “kalau orang lain mau menyogok dan saya tidak, saya tidak akan dapat klien". Makanya kalau para advokat kompak, para “profesional" dan fixers sama-sama melihat dan mengalami dunia litigasi, standar etika sendirinya akan naik. Pengacara yang nakal kemudian bisa didisiplinkan oleh rekan-rekannya sendiri, tidak harus dipenjara oleh KPK.

7. Apa yang menurut Anda relevan dan penting untuk disampaikan untuk komunitas pembaca informasi hukum.

Menurut saya pengacara harus bisa menjadi seperti seorang psikolog, yang sebagian besar tugasnya adalah mendengar dan memberi nasihat untuk kebaikan klien. Sekarang, bagian konsultasi dari profesi pengacara ini perlahan-lahan menghilang. Ini harus diubah melalui pendidikan hukum. Biasakan para mahasiswa-mahasiswa hukum untuk mendiskusikan kasus-kasus nyata. Diskusikan juga latar belakang dan pandangan para pihak yang bersengketa di kasus tersebut, bukan cuma pasal-pasal dan prinsip-prinsip hukumnya. Dan wajibkan mahasiswa untuk pergi ke pengadilan untuk memperhatikan sidang yang sedang berjalan.

(Dalam disertasinya, Santy mengungkapkan tiga aspek kondisi negara hukum Indonesia yang memerlukan perhatian khusus untuk reformasi hukum. Pertama, para pihak yang bersengketa tidak sama kedudukannya di mata hukum. Kedua, masalah korupsi mengindikasikan adanya ketidakcocokan norma sosial dalam pengambilan keputusan bisnis dan birokratik di satu sisi, dan hukum yang seharusnya rasional dan impersonal di sisi lain. Ketidakjelasan aturan hukum khususnya acara perdata memperkuat masalah ini. Ketiga, usaha untuk ‘membebaskan’ hukum dari sumber-sumber kolonial telah menghasilkan status yang ambigu atas aturan-aturan umum mengenai kontrak dan perbuatan melawan hukum dalam KUH Perdata. Kondisi ini menghasilkan praktik litigasi komersial yang mempunyai banyak karakter yang hanya dapat dimengerti oleh para pengacara dan orang-orang yang sering berperkara. Itu pula sebabnya mereka punya kepentingan untuk mempertahankan status quo. Akibat lanjutan kondisi ini, ada area abu-abu yang luas mengenai praktik yang dianggap tidak etis tetapi tidak melanggar hukum).

8. Anda menyebut adanya wilayah abu-abu yang dianggap tidak etis tapi tidak melanggar hukum masih luas, dan berkaitan dengan kepastian hukum. Bisakah dijelaskan maksudnya?

Iya ini penting. Begini. Di lapangan saya banyak menemukan klaim kalau hukum indonesia itu sudah bagus, masalahnya adalah korupsi. Ini kepercayaan yang berbahaya karena ternyata hukum juga bermasalah. Di bab 4 disertasi, saya paparkan strategi-strategi yang kebanyakan menggunakan hukum. Jadi jika ingin menghilangkan korupsi, perlu juga berfokus pada Undang-Undang, dan memperbaiki kualitas putusan-putusan supaya bisa dijadikan yurisprudensi. Jadi sebenarnya ketidakpastian hukum memberi kesempatan untuk melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis. Ketidakpastian ini berbahaya karena semua orang bisa jadi pelaku dan jadi korban.

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait