SE Kapolri Pengendalian Kebakaran Hutan Dinilai Pertegas Penindakan Kejahatan Karhutla
Berita

SE Kapolri Pengendalian Kebakaran Hutan Dinilai Pertegas Penindakan Kejahatan Karhutla

Tindak pidana kebakaran hutan dan lahan dapat dikenakan dengan pendekatan multi pintu mulai dari UU Kehutanan, UU Perkebunan hingga UU Lingkungan Hidup.

Oleh:
ANT/YOZ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Ilustrasi kasus kebakaran lahan. Foto: RES
Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) menilai Surat Edaran Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Tito Karnavian No.SE/15/XI/2016 tentang Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang ditandatangani pada 10 November 2016 merupakan penegasan sikap dalam menindak kejahatan Karhutla.

"SE Kapolri kembali mempertegas bahwa apakah disengaja ataupun karena lalai kebakaran yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dapat dipidana. Tentu saja pembuktiannya dengan pendekatan ilmiah," kata Koordinator Jikalahari Woro Supartinah di Pekanbaru, Minggu (19/12).

Dengan ini, menurutnya, tindak pidana kebakaran hutan dan lahan dapat dikenakan dengan pendekatan multi pintu mulai dari Undang-Undang Kehutanan, UU Perkebunan hingga UU Lingkungan Hidup. Pelakunya bukan saja individu, cukong juga korporasi juga bisa dipidana. (Baca Juga: Permohonan Praperadilan SP3 Karhutla Polda Riau Ditolak)

"Tentu saja dapat dipidana menurut Pasal 98 ayat (1) dan 99 ayat (1) UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," lanjutnya.

SE Kapolri, kata dia, Pasal 2 huruf e berbunyi bahwa tindak pidana yang terkait dengan kebakaran hutan dan lahan dapat mencakup tindakan-tindakan berupa kesengajaan atau kelalaian, dan dapat merupakan tindak pidana formil ataupun materil. (Baca Juga: Ketidakonsistenan Polri dalam Kasus Kebakaran Hutan Menuai Pertanyaan)

Di antaranya membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar, membakar hutan, membakar lahan, karena kelalaiannya mengakibatkan terbakarnya hutan atau lahan, mengakibatkan terlampauinya baku kerusakan lingkungan dan/atau baku mutu udara ambien.

Berdasarkan hal itu, Jikalahari menilai dalil-dalil Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) 15 Korporasi oleh Polda Riau yang salah satunya karena tidak ditemukan pelaku pembakar di dalam areal korporasi bertentangan dengan SE Kapolri No SE/15/XI/2016 ini.

"Sebab, dampak asap korporasi telah melampaui baku mutu udara ambien dan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. SE Kapolri ini bisa jadi semacam novum baru bagi Polda Riau untuk kembali melanjutkan penyidikan 15 korporasi pembakar hutan dan lahan," sebut Woro. (Baca Juga: Pemerintah Diminta Serius Kawal Proses Hukum Korporasi Pelaku Karhutla)

Temuan Jikalahari di konsesi 15 perusahaan semuanya terbakar dan tidak memiliki sarana prasana pencegahan dan penanggulangan Karhutla yang memadai. Selain itu 10 dari 15 konsesi yang terbakar berada di lahan gambut sehingga menyebabkan terlampauinya baku mutu udara dan kerusakan lingkungan hidup.

Jikalahari pada 18 November 2016 juga telah melaporkan 49 korporasi pembakar hutan dan lahan sepanjang tahun 2014-2016. Dari 49 itu ada 15 korporasi yang di SP3kan oleh Polda Riau.

"Ini sengaja kami laporkan ulang karena Kapoldanya punya komitmen melakukan penegakan hukum sesuai dengan perintah Kapolri. Dalam catatan Jikalahari, jika Kapolda berkomitmen, sistem di bawahnya akan diatur untuk mewujudkan komitmen tersebut," ujarnya. 

Tags:

Berita Terkait