SE Pendelegasian Kewenangan Pj Kepala Daerah Dipertanyakan, Begini Penjelasan Mendagri
Terbaru

SE Pendelegasian Kewenangan Pj Kepala Daerah Dipertanyakan, Begini Penjelasan Mendagri

Bertujuan memudahkan proses birokrasi agar tidak terlalu panjang. Prosesnya tetap bermuara ke Kemendagri. Perlu memperketat mekanisme pengawasan dari Kemendagri dan Komisi II agar tidak terjadi politisasi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 6 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang membolehkan Penjabat (Pj), Pejabat Sementara (Pjs), dan Pelaksana Tugas (Plt) memberhentikan atau memutasi pejabat aparatur sipil negara (ASN) tanpa persetujuan Mendagri menjadi pertanyaan banyak kalangan. Kalangan parlemen mencecar Mendagri dengan sejumlah pertanyaan terkait aturan yang dituangkan dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ dalam Hal Persetujuan Mendagri kepada Pelaksana Tugas/Penjabat/Penjabat Sementara Kepala Daerah dalam Aspek Kepegawaian Perangkat Daerah.

Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menilai SE Mendagri tersebut menuai pertanyaan banyak kalangan. Sebab, SE yang memberikan kewenangan kepada Pj, Pjs, dan Plt dinilai banyak kalangan bertentangan dengan sejumlah UU. Padahal, fungsi pembinaan, pengawasan, supervisi maupun eksistensi tetap berada di Kemendagri terhadap kepala daerah sebagaimana amanat UU dalam hal membantu presiden.

“Terkait soal SE Menteri Dalam negeri itu dimana Mendagri memberikan izin secara tertulis kepada Pj, Pjs, maupun Plt Gubernur, Bupati/Walikota untuk melakukan berbagai kewenangannya. Sejatinya semua itu bertentangan dengan beberapa undang-undang, serta rawan abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan,” ujarnya dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kemendagri di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (21/9/2022) kemarin.

Baca Juga:

Menurutnya, poin 4 huruf A dalam SE Mendagri tersebut menyoal mendelegasian kewenangan pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi dan/atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat/ASN di lingkungan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang melakukan pelanggaran disiplin dan/atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Sedangkan poin 4 huruf B, yang isinya persetujuan mutasi antar daerah dan/atau antar instansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Baginya, SE tersebut setelah dipelajari ditemukan banyak bertabrakan dengan sejumlah aturan. Pertama, bertentangan dengan Pasal 14 ayat (7) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terkait pemberhentian pegawai dan pengangkatan atau pemindahan.  Pasal 14 ayat (7) menyebutkan, “Badan atau dan atau pejabat pemerintah yang memperoleh wewenang melalui mandat, tidak berwenang mengambil keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi kepegawaian dan alokasi anggaran”.

Sementara dalam Penjelasan Pasal 14 ayat (7) UU Administrasi Pemerintaha menyebutkan, Yang dimaksud dengan “Keputusan dan/atau Tindakan yang bersifat strategis” adalah Keputusan dan/atau Tindakan yang memiliki dampak besar seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah. Yang dimaksud dengan “perubahan status hukum organisasi” adalah menetapkan perubahan struktur organisasi”.

“Jadi terkait soal pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian. Misalnya status ASN di satu daerah itu harus mengacu kepada Pasal 14 ayat (7) UU Administrasi Pemerintahan itu. Jadi, tidak bisa serta merta hal itu bisa dilakukan oleh Pj, Pjs atau Plt,” katanya.

Tags:

Berita Terkait