Sederet Tokoh Ingatkan Indonesia Harus Bisa 'Cetak' Banyak Literatur Hukum
Utama

Sederet Tokoh Ingatkan Indonesia Harus Bisa 'Cetak' Banyak Literatur Hukum

Buku hukum yang dijadikan rujukan dan up to date masih dirasa amat sedikit, padahal pemahaman dasar ilmu hukum merupakan suatu hal fundamental yang harus dimengerti orang-orang hukum.

Oleh:
CR-28
Bacaan 4 Menit

Pernyataan tersebut turut didukung Guru Besar FH UGM Sigit Riyanto yang mengutarakan bahwa salah satu tugas akademika hukum adalah melakukan diseminasi yang juga menjadi bagian dari memberi edukasi publik, di mana menulis suatu buku untuk dipublikasikan ke khalayak luas jadi salah satu bentuk pengimplementasiannya. Lebih jauh dari itu, karya-karya pemikiran hukum yang ada diharapkan bisa menjadi suatu rujukan bagi pemerintah. Dengan demikian kalangan akademisi dapat membantu terselenggaranya transformasi sosial dan kebijakan yang berkaitan dengan bidang hukum.

Memang pada hakikatnya, buku hukum merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa terelakkan bagi banyak orang sekarang ini. Terutama bagi seorang yang memiliki atensi akan perkembangan isu hukum dan mempelajari ilmu hukum.

Hakim Konstitusi Republik Indonesia, Saldi Isra, menjelaskan kekawathirannya atas kecendrungan mahasiswa hukum yang akhir-akhir ini menjadi malas atau berkurang minatnya dalam mendalami hal-hal mendasar, seperti dasar ilmu hukum.

Dengan kondisi yang memperhatinkan seperti itu, dia menyampaikan bahwa amat dibutuhkan pemberian fondasi yang cukup bagi mereka untuk memahami hukum itu sendiri. Kecemasan Saldi ditambah pula dengan mulai banyaknya kampus yang mengadakan program S2 dan S3 dengan menerima mahasiswa tanpa latar belakang S1 hukum. Hal ini dikhawatirkan akan berujung dengan argumentasi hukum atau pun advice hukum yang tidak memiliki fondasi yang cukup kuat ke depannya karena minim pemahaman hukum itu sendiri.

"Memang tidak banyak juga sekarang kita di kalangan kampus yang mau mewakafkan waktunya untuk menuliskan kembali dasar-dasar ilmu hukum. Padahal kalau seorang memiliki fondasi yang kokoh dalam bidang hukum, akan terlihat dari bangunan argumentasinya. Seberapa paham seorang itu memahami dasar ilmu hukum. Nantinya itu menjadi fondasi utama bagi siapa saja, terutama praktisi hukum.”

Menurut Saldi, merupakan tuntutan di Perguruan Tinggi, khususnya bagi kalangan Fakultas Hukum untuk berupaya dari waktu ke waktu menghasilkan dan memperbanyak literatur hukum yang ada. Hal itu dapat diwujudkan dengan melahirkan berbagai buku yang dapat menjadi suatu warisan pengetahuan mengenai hukum untuk diperdebatkan dan dikembangkan oleh generasi berikutnya.

Dia mencontohkan, di Universitas Andalas sendiri sudah menerbitkan 43 judul buku dalam rangka peringatan 70 Tahun Fakultas Hukum Andalas. Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) juga sudah merilis 30 judul buku. Akan tetapi, menurutnya, jumlah yang ada masih tergolong terlalu sedikit untuk memenuhi kebutuhan literasi hukum di masyarakat dan civitas akademika.

"Apa pentingnya orang menulis? Tujuan seorang menulis itu adalah menjaga dan memelihara peradaban dari kehancuran. The purpose of a writer is to keep civilitation from destroying itself. Cara untuk menjaga peradaban itu dengan terus menulis. Menyeimbangkan tradisi tulisan dengan tradisi lisan. Karena yang kita takutkan adalah kalau kalangan kampus berubah dari tradisi tulisan menjadi tradisi lisan, dan itu adalah awal dari kehancuran peradaban,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait