Segera Diluncurkan! Ini Beda OSS Versi 1.1 dengan Versi 1.0
Berita

Segera Diluncurkan! Ini Beda OSS Versi 1.1 dengan Versi 1.0

Salah satu persoalan yang paling disorot pelaku usaha selama ini soal penambahan persyaratan tertentu di luar NSPK masing-masing sektor yang biasa dilakukan oleh DPMPTSP Provinsi Kab/Kota.

Oleh:
Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Sistem OSS Versi Terbaru Bakal Hadir Sempurnakan Sistem Sebelumnya)

 

Senada dengan Yuliot, notaris Aulia Taufani menyebut RP BKPM memang merupakan peraturan pelaksana dari PP OSS, sehingga tidak ada norma baru yang diciptakan di situ. Ia juga mengungkapkan beberapa hal yang selama ini menjadi masalah dan harus ditampung dalam RP BKPM, salah satunya soal pembekuan NIB. Selama ini, semua perusahaan apapun bentuknya harus mempunyai NIB, namun hanya 20 sektor yang perizinannya dikelola melalui OSS.

 

Artinya, di luar 20 sektor itu prosesnya terhenti hingga perolehan NIB, namun dalam sistem OSS pasca perolehan NIB harus terus berlanjut ke proses pengurusan izin, jika tidak maka NIB bisa dibekukan.

 

“Nah di sini harus ada dasar hukum seperti RP BKPM ini agar lembaga OSS tidak akan melakukan pembekuan terhadap NIB perusahaan yang melakukan usahanya di luar 20 sektor itu yang memang dikecualikan dalam PP OSS,” katanya.

 

Kedua, soal elemen data. Selama ini lembaga OSS menarik data dari AHU dengan masih men-generalisir sebutan antara elemen data untuk pengelola PT, yayasan, CV dan firma dengan sebutan direksi dan komisaris. Padahal, katanya, untuk yayasan sebutan seharusnbya adalah Pembina, pengawas, pengurus, sedangkan untuk CV adalah sekutu komanditer misalnya. “Ini harus disesuaikan,” tukasnya.

 

Ketiga, banyak pertanyaan soal apakah KBLI yang ada di NIB jumlahnya harus sama dengan KBLI yang dimaksud dalam data AHU? Sejak perpindahan lembaga OSS ke BKPM, terkait masalah ini Ia mengaku BKPM cukup moderat. Misalnya, di akta notaris dan di AHU pelaku usaha bisa mencantumkan banyak KBLI, namun hanya izin tertentu saja yang diurus melalui OSS dan hal itu diperkenankan oleh BKPM. Jadi cukup disimpan dalam database tapi tidak dimunculkan dalam NIB.

 

“Masalahnya, dalam praktik ada kejadian misalnya NIB nya 5, kemudian dalam perjalanan karena pelaku usaha tak bisa memenuhi komitmen, dia mau tarik yang 5 tadi jadi tinggal 2 atau 3 KBLI saja. Nah ini belum ada menu menghapus KBLI yang ada di NIB,” ungkapnya.

 

Akibatnya, hanya karena satu isu KBLI saja, maka bisa terjadi pembatalan, penghapusan atau pencabutan izin. Alhasil NIB-nya harus dirobek, padahal NIB untuk identitas pelaku usaha itu sudah tersebar luas. Untuk itu, ia berharap agar konsep OSS 1.1 yang dikembangkan BKPM betul-betul user-friendly, dan itu harus ada basis legalnya.

Tags:

Berita Terkait