Sejumlah Alasan Tim Advokasi Minta MK Batalkan UU PSDN
Terbaru

Sejumlah Alasan Tim Advokasi Minta MK Batalkan UU PSDN

Karena berpotensi bertentangan dengan HAM dalam UUD 1945, merugikan hak konstitusional para pemohon. Pemohon juga meminta putusan sela yang menyatakan implementasi UU PSDN, khususnya terkait rekrutmen komponen cadangan, ditunda pelaksanaannya sepanjang UU ini masih dalam proses pengujian di MK.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 6 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Pemerintah dan DPR telah mengesahkan UU No. 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional Untuk Pertahanan Negara (UU PSDN) yang mengatur tentang Komponen Cadangan. Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan menilai pembentukan Komponen Cadangan yang didasarkan pada UU PSDN tersebut sejatinya memiliki masalah baik secara substansial maupun secara prosedural.

Secara substansial beberapa ketentuan dalam UU PSDN tersebut dinilai bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia (HAM) dalam konstitusi. Secara prosedural pembahasan UU PSDN tersebut terburu-buru dan minim partisipasi publik. Selain itu, pembentukan Komponen Cadangan dilakukan di tengah pandemi Covid-19 menunjukkan rendahnya kepedulian negara soal kemanusiaan dalam penanganan pandemi Covid-19 ini. 

“Untuk itu, hari ini kami telah mengajukan judicial review sejumlah pasal di dalam UU PSDN ke Mahkamah Konstitusi (MK),” ujar salah satu pemohon individu, Ikhsan Yosarie dalam dalam konferensi pers secara daring, Senin (31/5/2021). (Baca Juga: Begini Ratio Legis Disahkannya UU PSDN) 

Tim Advokasi untuk Reformasi Sektor Keamanan ini terdiri dari beberapa lembaga dan individu yakni Imparsial, KontraS, Yayasan Kebajikan Publik Jakarta, PBHI, LBH Jakarta, LBH Pers dan beberapa individu yakni Ikhsan Yosarie, Gustika Fardani Jusuf, dan Leon Alvinda Putra.

Mereka memohon pengujian sejumlah pasal dalam UU PSDN adalah Pasal 4 ayat (2) dan (3), Pasal 17, Pasal 18, Pasal 20 ayat (1) huruf a, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 46, Pasal 66 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 75, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 81 dan Pasal 82 UU PSDN. Ada beberapa substansi yang kami nilai bermasalah secara hukum, HAM, dan tata kelola sistem pertahanan-keamanan dalam UU PSDN ini yang kami minta untuk dibatalkan MK.

Pertama, terkait ruang lingkup ancaman yang sangat luas. Dalam Pasal 4 UU PSDN, ruang lingkup ancaman meliputi ancaman militer, ancaman nonmiliter, dan ancaman hibrida. Luasnya ruang lingkup ancaman menimbulkan permasalahan tersendiri, dimana Komponen Cadangan yang telah disiapkan dan dibentuk pemerintah dapat digunakan menghadapi ancaman keamanan dalam negeri seperti dalih menghadapi ancaman bahaya komunisme, terorisme, dan konflik dalam negeri yang berpotensi menimbulkan terjadinya konflik horizontal di masyarakat.

“Pasal 4 ayat (2) dan (3) serta Pasal 29 UU PSDN bersifat kontradiktif dengan sejumlah ketentuan perihal pertahanan negara, sebagaimana diatur dalam UU Pertahanan Negara yang merupakan instrumen pengaturan pokok pertahanan negara. Karenanya, pasal‐pasal itu jelas dapat dikatakan tidak memenuhi prinsip kepastian hukum dalam rumusannya dan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 30 ayat (2) UUD 1945,” kata Ikhsan. 

Tags:

Berita Terkait