Sejumlah Cara Menuntut Ganti Rugi dalam Tindak Pidana Korupsi
Utama

Sejumlah Cara Menuntut Ganti Rugi dalam Tindak Pidana Korupsi

Terdapat batasan dalam korban korupsi berdasarkan level interaksi korban dan pelaku. Batasan tersebut berdasarkan kerugian langsung, tipologi delik korupsi dan kausalitas. Keempat batasan tersebut menjadi kunci dalam kompensasi ganti rugi korban korupsi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Kasus korupsi bantuan sosial bagi masyarakat saat pandemi Covid-19 yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara mengecewakan berbagai pihak. Masyarakat menjadi pihak yang paling dirugikan dalam persoalan tersebut. Selain sanksi pidana Juliari juga dianggap harus bertanggung jawab dalam ganti rugi terhadap masyarakat yang menjadi korban korupsi tersebut. 

Seiring berjalannya sidang pidana korupsi bansos, sebanyak 18 korban kasus tersebut yang diwakili Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos mencoba ajukan penggabungan perkara ganti rugi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Senin (5/7). Majelis hakim persidangan menanggapi permohonan penggabungan perkara tersebut dengan meminta tim kuasa hukum korban melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan. Walaupun, majelis hakim menolak permohonan penggabungan tersebut pada persidangan berikutnya.

Meski demikian, penting diketahui bahwa penggabungan perkara ganti rugi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh korban tindak pidana. Dalam kejahatan korupsi, terdapat komitmen global yaitu United Nations Convention against Corruption (UNCAC) yang mengatur kompensasi kerugian bagi korban.

Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi kesepakatan tersebut. Pasal 35 UNCAC menyatakan, “Negara Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang perlu, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum nasionalnya, untuk menjamin agar badan atau orang yang menderita kerugian sebagai akibat dari perbuatan korupsi mempunyai hak untuk mengajukan tuntutan hukum terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kerugian itu untuk memperoleh kompensasi”. (Baca: Jalan Terjal Penegakan Ganti Rugi Korban Korupsi Bansos)

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Anugrah Rizki Akbari, menerangkan UNCAC tidak mengatur negara sebagai korban dalam kejahatan korupsi. Kemudian, negara menjadi korban kejahatan korupsi juga tidak lazim dilakukan. “Tidak lazim dilakukan dan tidak ada laporan yang membahas secara rinci pemberian kompensasi kepada negara sebagai korban tipikor,” jelas Anugrah dalam acara “Pemulihan Hak Korban Tindak Pidana Korupsi, Korupsi Bansos Covid-19 dan Prospek Pemulihan Hak Korban”, Selasa (27/7).

Dalam kajiannya, Anugrah menerangkan ruang lingkup kejahatan korupsi dalam UNCAC yaitu penyuapan (bribery), penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain harta kekayaan oleh pejabat publik, perdagangan pengaruh dan penyalahgunaan wewenang. Sementara itu, dia menambahkan terdapat perbedaan antara UNCAC dengan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu perbedaan tersebut yaitu delik korupsi keuangan negara.

“Terhadap perbuatan korupsi di UU PTPK yang tidak diatur dalam UNCAC seperti korupsi keuangan negara seharusnya tidak bisa diberlakukan Pasal 35 UNCAC,” jelasnya.

Tags:

Berita Terkait