Sejumlah Cara Menuntut Ganti Rugi dalam Tindak Pidana Korupsi
Utama

Sejumlah Cara Menuntut Ganti Rugi dalam Tindak Pidana Korupsi

Terdapat batasan dalam korban korupsi berdasarkan level interaksi korban dan pelaku. Batasan tersebut berdasarkan kerugian langsung, tipologi delik korupsi dan kausalitas. Keempat batasan tersebut menjadi kunci dalam kompensasi ganti rugi korban korupsi.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Bagi Tim Advokasi, penolakan majelis hakim Tipikor tidak hanya melanggar ketentuan hukum tetapi juga kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Setidaknya ada dua argumentasi yang mendasari langkah mendaftarkan kasasi. Pertama, hakim menyesatkan penafsiran Pasal 98 KUHAP dengan menyatakan permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Masalahnya, penggabungan perkara gugatan ganti kerugian dalam KUHAP hanya dapat diajukan ke pengadilan yang menyidangkan pokok perkara pidana.

Tim Advokasi memandang aneh penafsiran hakim tersebut karena perkara pidana, khususnya korupsi, yang waktu dan tempat kejadiannya di Jakarta disidangkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Kedua, Tim Advokasi memandang hakim menutup ruang bagi korban korupsi untuk memperoleh hak yang telah dilanggar oleh pelaku kejahatan. Sebab, penetapan keliru ini besar kemungkinan akan dijadikan dasar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di seluruh Indonesia ketika menghadapi penggabungan perkara gugatan ganti kerugian.

“Penting untuk ditegaskan, penetapan ini tidak hanya merugikan korban korupsi bansos, melainkan juga mempertaruhkan masa depan pemberantasan korupsi yang seolah hanya memikirkan kepentingan negara. Atas dasar tersebut, penetapan yang melanggar hukum dan HAM tersebut harus dilawan melalui mekanisme yang tersedia yaitu kasasi ke Mahkamah Agung,” kutip siaran pers Tim Advokasi yang diterima Hukumonline.

Tim Advokasi dan korban korupsi bansos berharap Mahkamah Agung mengoreksi kesalahan penerapan hukum oleh majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Selain itu, Mahkamah Agung juga diharapkan menjalankan amanat Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman untuk tidak menolak memeriksa perkara hanya karena tidak ada atau belum jelas hukumnya serta dapat membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan serta menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

Tags:

Berita Terkait