Sejumlah Catatan DPD atas Pelaksanaan UU Desa
Berita

Sejumlah Catatan DPD atas Pelaksanaan UU Desa

Mulai kedaulatan desa dan desa adat; formulasi dana desa; penyaluran dana desa; mendorong perwujudan kolaborasi antardesa untuk mengembangkan aktivitas ekonomi di kawasan perdesaan; hingga evaluasi pendamping desa.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Suasana rapat kerja antara Komite I DPD dengan Kementerian Desa Tertinggal dan Transmigrasi terkait evaluasi pelaksanaan UU Desa di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (26/11). Foto: RFQ
Suasana rapat kerja antara Komite I DPD dengan Kementerian Desa Tertinggal dan Transmigrasi terkait evaluasi pelaksanaan UU Desa di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (26/11). Foto: RFQ

Genap lima tahun UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa berlaku. Namun, pelaksanaan UU Desa itu dinilai masih menimbulkan masalah dan belum memenuhi harapan masyarakat desa. Persoalan ini mengemuka dalam rapat kerja antara Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan Kementerian Desa (Kemendes) Tertinggal dan Transmigrasi terkait evaluasi pelaksanaan UU Desa di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (26/11/2019).      

 

Wakil Ketua Komite I DPD Abdul Kholik mengatakan pihaknya menemukan beberapa persoalan signifikan dalam implementasi/pelaksaanaan UU Desa. Sebab, bagaimanapun DPD menjadi bagian representasi daerah yang memiliki kepentingan dalam melaksanakan berbagai isu strategis, khususnya dalam pelaksanaan UU Desa agar dapat berjalan sesuai tujuan dan harapan masyarakat.

 

Karena itu, DPD meminta Kemendes memperhatikan beberapa hal dalam pelaksanaan UU Desa. Pertama, kedaulatan desa dan desa adat. Kedua, formulasi dana desa. Ketiga, evaluasi terhadap tahapan penyaluran dan penyerapan dana desa agar penggunaannya sesuai kebutuhan desa tanpa menghilangkan otonomi desa.

 

Keempat, kapasitas perangkat desa, khususnya dalam hal tata kelola pembangunan desa. Kelima, legal standing perangkat Badan Usaha Milik Desa (BUMD) sebagai penguatan ekonomi desa. Keenam, mendorong perwujudan kolaborasi antardesa untuk mengembangkan aktivitas ekonomi di kawasan perdesaan. Ketujuh, evaluasi pendamping desa.

 

Kholik menerangkan desa merupakan institusi otonom dengan tradisi, adat istiadat, hingga aturan hukum adatnya. Definisi desa mesti dipahami sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki hak dan kekuasaan mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya untuk mencapai kesejahteraan yang disebut otonomi desa. Otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan utuh serta bukan pemberian dari pemerintah.

 

Menurutnya, pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki setiap desa. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan/harta benda termasuk dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan.

 

Menteri Desa Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan tata kelola desa idealnya dilakukan pengawasan dan pembinaan terhadap peningkatan kapasitas manusianya. Untuk kepentingan peningkatan SDM ini, dia sepakat untuk bekerja sama atau melibatkan DPD melakukan pengawasan dan pembinaan dalam hal pengembangan pembangunan, pemberdayaan dan pemanfaatan desa di setiap pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis yang dilakukan Kemendes.

Tags:

Berita Terkait