Sejumlah Catatan Negatif Terkait UU Cipta Kerja
Terbaru

Sejumlah Catatan Negatif Terkait UU Cipta Kerja

UU Cipta Kerja dinilai banyak merugikan buruh, nelayan, dan kelompok masyarakat lain, lebih banyak melayani kepentingan korporasi, hingga melahirkan hiper regulasi semu. Pembuatannya pun banyak yang tidak sesuai mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Janses mencatat beberapa proses yang tak lazim dalam pembentukan UU Cipta Kerja, misalnya tidak ada naskah akademik. Dalam pembahasan tingkat 1 di DPR juga tidak ada RUU yang dibahas. Ribuan halaman RUU Cipta Kerja dibahas dalam waktu sangat singkat dan cenderung berubah-ubah. Janses berharap MK dapat mengabulkan uji formil UU Cipta Kerja ini meskipun selama ini tercatat MK belum pernah mengabulkan permohonan uji formil UU.

Ketua YLBHI Asfinawati menilai UU Cipta Kerja melahirkan hiper regulasi dan semu. Pemerintah berdalih UU Cipta Kerja untuk menyederhanakan peraturan perundang-undangan yang telah ada berkaitan dengan investasi dan kemudahan berusaha. Tapi UU Cipta Kerja malah memandatkan pemerintah untuk melahirkan ratusan peraturan pelaksana baru. “UU Cipta kerja banyak memandatkan aturan turunan. Aturan pelaksananya bukan mengatur norma turunan dan malah tidak ada kepastian hukum,” paparnya.

Asfin menilai ketentuan UU Cipta Kerja banyak yang melayani kepentingan korporasi, salah satunya Pasal 57 yang mengubah Pasal 162 UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU LLAJ). Ketentuan itu mengatur kendaraan yang mengangkut alat berat dengan dimensi melebihi yang ditetapkan harus mendapat pengawalan dari polisi.

“Pasal tersebut berpotensi menimbulkan konflik kepentingan karena konstitusi mengamanatkan Polri sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat,” kata Asfin.

Menurutnya, UU Cipta Kerja semakin memberi kewenangan yang besar terhadap Polri karena bisa menerbitkan perizinan berusaha sekaligus pendidikan dan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan. UU Cipta Kerja juga mengatur ketentuan yang berpotensi mendorong Polri lebih represif, antara lain mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.

“Padahal apa yang disebut dengan penyakit masyarakat masih menimbulkan perdebatan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait