Sejumlah Catatan Organisasi Profesi terhadap RUU Kesehatan
Utama

Sejumlah Catatan Organisasi Profesi terhadap RUU Kesehatan

Berharap tidak mencabut UU sektoral terkait kesehatan/kedokteran. Masukan dari organisasi profesi tenaga kesehatan menjadi bahan dalam perbaikan pembentukan norma dalam RUU Kesehatan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Sejumlah perwakilan organisasi profesi kesehatan saat konferensi pers menyikapi RUU Kesehatan di Komplek Gedung Parlemen, Senin (16/1/2023). Foto: RFQ
Sejumlah perwakilan organisasi profesi kesehatan saat konferensi pers menyikapi RUU Kesehatan di Komplek Gedung Parlemen, Senin (16/1/2023). Foto: RFQ

Badan Legislasi (Baleg) tancap gas membentuk draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan dengan menggunakan metode omnibus law. Konsekuensinya, sejumlah UU eksisting yang mengatur profesi tenaga kesehatan terkena imbasnya. Protes dari kalangan organisasi profesi tenaga kesehatan semestinya menjadi pertimbangan untuk didengar sebagai bagian meaningful partisipation.

Ketua I Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) Unik Endang S mengatakan organisasi tempatnya bernaung telah berusia 71 tahun dengan jumlah anggota sebanyak 400 ribuan bidan. Sementara 72 persen anggota IBI berada di layanan primer yang amat dekat dengan kebutuhan masyarakat. Dengan adanya RUU Kesehatan menggunakan omnibus law bisa berakibat hapusnya UU No.4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.

“Kalau UU 4/2019 dicabut begitu, pasti nanti bakal terjadi kerancuan dalam hal pengaturan,” ujar Unik Endang S dalam konferensi pers di Komplek Gedung Parlemen, Senin (16/1/2023).

Ia mengatakan UU 4/2019 telah terdapat aturan turunan yang mengatur standar profesi, kinerja hingga aspek legal tertinggi dari orang yang menjalani profesi bidan sebagai upaya mendapat kepastian hukum dalam pemberian pelayanan bagi ibu dan anak. Menurutnya, sebagai organisasi profesi, IBI menjadi garda terdepan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak. Atas dasar itu, IBI mendesak agar DPR tidak mencabut UU 4/2019.

Baca Juga:

Dia melanjutkan yang dapat menentukan kompetensi profesi seseorang adalah organisasi profesi itu sendiri. Menjadi soal bila UU 4/2019 terimbas dari pembentukan RUU Kesehatan yang berdampak berubahnya standar profesi bidan. Seperti dalam menangani persalinan mesti ada standar pelayanan yang sama. Bila berbeda malah masyarakat yang dirugikan. Lagipula UU 4/2019 baru berlaku dan diimplementasikan 3 tahun ini. Bila kemudian dicabut menjadi tidak fair.

“Biarlah yang menjadi domain pemerintah silakan. Tapi organisasi profesi kami tetap diberikan otonom mengatur diri kita sendiri di lingkup profesi masing-masing. Sehingga kami secara aklamasi menolak RUU ini,” tegasnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait