Sejumlah Hal yang Menyebabkan Terjadinya Korupsi di Sektor SDA
Terbaru

Sejumlah Hal yang Menyebabkan Terjadinya Korupsi di Sektor SDA

Sektor perizinan harus mendapat perhatian lebih dalam kasus korupsi SDA. Riset KPK memperlihatkan pelaku suap harus merogoh kocek mulai dari Rp600 juta hingga Rp22 miliar rupiah untuk mendapatkan izin usaha.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Sejumlah Hal yang Menyebabkan Terjadinya Korupsi di Sektor SDA
Hukumonline

Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Hariadi Kartodihardjo, menjelaskan terdapat beberapa permasalahan yang menjadi penyebab kerentanan korupsi berkaitan sumber daya alam. Utamanya ketidakpastian hukum dan perizinan, kurang memadainya sistem akuntabilitas, lemahnya pengawasan, dan kelemahan sistem pengendalian manajemen.

Hariadi menekankan, sektor perizinan harus mendapat perhatian lebih dalam kasus korupsi SDA. Riset KPK memperlihatkan pelaku suap harus merogoh kocek mulai dari Rp600 juta hingga Rp22 miliar rupiah untuk mendapatkan izin usaha.

Uang suap tersebut dikeluarkan sejak mulai mengurus perizinan usaha, penataan batas, izin lingkungan, rekomendasi dan pertimbangan teknis, prosedur perizinan/perpanjangan, perencanaan hutan, pengangkutan, surat keterangan sah hasil hutan, surat perintah bayar, laporan hasil produksi, peredaran dan pungutan royalti, penegakan hukum, post audit, dan pengawasan/pengendalian.

“Pelaku korupsi bisa dengan mempengaruhi pembuatan tata ruang dan mengubah kawasan lindung menjadi kawasan produksi,” kata Hariadi.

Baca Juga:

Fakta di lapangan memperlihatkan banyak izin-izin usaha diberikan kepada pihak swasta dengan kondisi lahan yang sangat produktif. Hal ini berbanding terbalik dengan PP No. 34 Tahun 2022 dimana Pasal 20 ayat 3 menjelaskan usaha pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman dilaksanakan pada: lahan kosong, padang alang-alang, dan atau semak belukar di hutan produksi.

Adapun modus korupsi izin yang biasa dilakukan ialah pemalsuan dokumen, mencari legalitas di pengadilan, penduduk legal/tanpa hak, rekayasa perkara, kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah serta hilangnya warkah tanah. 

Tags:

Berita Terkait