Sejumlah Kritik Penyusunan dan Potensi Problematika UU PDP
Terbaru

Sejumlah Kritik Penyusunan dan Potensi Problematika UU PDP

Terdapat beberapa potensi problematika UU PDP. Sejumlah persoalan tersebut selalu ada setelah ada aturan pelaksanaannya.

Oleh:
Willa Wahyuni
Bacaan 3 Menit

“Fungsi ini nantinya memastikan perlindungan data pribadi dan kepatuhan pengendali serta prosesor data pribadi dari perorangan, badan privat dan lembaga publik. Kemudian, mengenai efektivitas pelaksanaan tugas dan kewenangan lembaga dalam menyelenggarakan pelindungan data pribadi, yang mana potensi intervensi pemerintah akan terjadi dalam potensi terlanggarnya asas legalitas dalam perwujudan penyelenggaraan negara kesejahteraan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Rachmani membeberkan dua pasal yang saat ini menjadi kritik yang disampaikan, yaitu:

Pertama, Pasal 2 UU No.27 Tahun 2022, keberlakuan bagi pihak yang di luar Indonesia berpotensi sulit diterapkan karena mekanisme gugatan oleh subjek data yang terlanggar tidak mudah. Hal ini karena perkembangan teknologi informasi yang cenderung didahului oleh pihak-pihak di luar Indonesia serta belum adanya kriteria pihak pemroses data pribadi yang dikecualikan seperti kegiatan pribadi atau rumah tangga.

Kedua, Pasal 4 UU No.27 Tahun 2022 bagian jenis data pribadi berpotensi penggunaan data pribadi umum yang berdampak resiko tinggi. Misalnya penggunaan nama ibu kandung, tanggal lahir untuk mengidentifikasi seseorang di sektor perbankan.

“Tidak terdefinisikannya beberapa jenis data spesifik seperti orientasi seksual dan pandangan politik dalam hal ini akan berpotensi membuka ruang penyalahgunaan data untuk mendiskriminasi kelompok minoritas tertentu,” kata dia.

Di kesempatan yang sama, ragam reaksi serupa juga dikemukakan oleh Ariehta Eleison Sembiring selaku advokat litigasi dan hukum teknologi TRIFIDA AT Law yang mengungkapkan kritiknya atas diundangkannya UU PDP yang berlaku saat ini.

“Kritik penyusunan RUU ini berlangsung sejak prosesnya yang lama yaitu selama tujuh tahun. Selain prosesnya yang lama itu prosesnya juga tertutup, draft RUU juga sukar dan terlambat di dapat, masukan oleh ahli atau praktisi-praktisi juga dipangkas,” ujarnya.

Ariehta menyayangkan bahwa pelaku pembahasan UU PDP tidak sensitif atas saran masyarakat sipil, hal tersebut dibuktikan adanya persoalan kebebasan pers, persoalan guideline sanksi pidana, dan persoalan keberlakuan efektif ketentuan peralihan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait