Sekelumit Sejarah Law Firm Modern di Indonesia
Berita

Sekelumit Sejarah Law Firm Modern di Indonesia

Ironisnya, literatur atau terbitan luar negeri justru memiliki data dan informasi yang cukup lengkap tentang sejarah law firm di Indonesia.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit

Menurut Fikri, merujuk pada beberapa publikasi luar negeri, HHP menjadi law firm dengan jumlah advokat terbanyak pada akhir tahun 1990, yakni 58 orang. Saat itu, perekonomian nasional tengah dalam kondisi bagus. Sejalan dengan program liberalisasi ekonomi melalui paket kebijakan ekonomi yang mempermudah pendirian bank, melalui Kebijakan Paket Oktober 1988, tatanan bisnis berubah signifikan. Di samping dominasi investor asing yang masih terasa, pengusaha domestik mulai tumbuh.

Kantor advokat yang sebelumnya mengandalkan investor asing, harus bisa beradaptasi dengan pengusaha lokal. Tipe investor asing juga mulai berubah. Dari awalnya didominasi oleh pertambangan dan migas, menjadi lebih bervariasi dengan aktifnya lembaga keuangan, tumbuhnya pasar modal, serta dimulainya proyek-proyek pembangunan di berbagai sektor.  

'Benang merah' persamaan antara law firm modern generasi pertama dengan generasi kedua adalah mayoritas law firm memiliki partner (mitra) lebih dari satu orang. Pola kemitraan dalam law firm ternyata mampu bertahan hingga zaman sekarang.

3. Generasi Ketiga dan Selanjutnya
Menurut Fikri, kelahiran generasi ketiga dimulai sejak awal periode 1990-an. Fakta menarik yang muncul adalah beberapa law firm yang ‘embrionya’ berasal dari ABNA seperti LGS dan HHP, turut mendorong lahirnya law firm-law firm baru di awal 2000-an.

Dari segi tantangan, generasi ketiga dan selanjutnya menghadapi medan yang relatif berbeda. Law firm-law firm pada generasi ini mengalami boom ekonomi pada awal 1990-an, krisis ekonomi pada awal 1998, kemudian sampai kembali ke boom ekonomi kedua yang diawali dengan naiknya harga komoditas tambang dan minyak.

Fluktuasi kondisi ekonomi Indonesia disertai dengan tantangan lain seperti masuknya law firm-law firm asing menjadi cobaan tersendiri bagi law firm pada generasi ini. Perubahan yang konstan dan tantangan baru yang lahir dari perubahan tersebut membuat lapangan bermain bagi kantor dari berbagai generasi menjadi tidak terlalu berbeda.

Mengamati perkembangan law firm-law firm modern Indonesia dari generasi ke generasi, Fikri memberikan catatan khusus tentang minimnya data dan informasi dari institusi dalam negeri. Data dan informasi ini, menurut Fikri, seharusnya dapat menjadi parameter untuk mengukur kondisi dan perkembangan law firm Indonesia.

Padahal, UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah mengakui eksistensi kantor advokat. Pengakuan ini muncul ketika UU Advokat mengatur larangan advokat asing membuka kantor jasa hukum atau perwakilannya di Indonesia, proses magang dan kewajiban untuk memberitahu organisasi profesi, pengadilan negeri dan pemerintah daerah ketika membuka atau pindah alamat atau berganti kantor.

“Namun sayangnya, pengakuan atas kantor advokat ini tidak ditindaklanjuti secara serius oleh organisasi profesi advokat. Organisasi profesi yang memiliki data kantor advokat yang terkini dan lengkap hanya HKHPM,” sebut Fikri dalam tulisan.

Sumber:
Besar Itu Perlu: Sejarah Perkembangan Kantor Advokat Modern Di Indonesia oleh Ahmad Fikri Assegaf, dalam Jurnal Hukum dan Pasar Modal volume VII/Edisi 10 Juli - Desember 2015 yang diterbitkan oleh Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dengan tema “Advokat, Kantor Hukum dan Dinamika Bisnis di Indonesia

Tags:

Berita Terkait